Menjawab Adzan dan Iqamat
الْأَذَان لُغَةً الْإِعْلَام ، قَالَ اللَّه تَعَالَى ( وَأَذَانٌ مِنْ
اللَّه وَرَسُوله ) . وَاشْتِقَاقه مِنْ الْأَذَنِ بِفَتْحَتَيْنِ وَهُوَ
الِاسْتِمَاع . وَشَرْعًا الْإِعْلَام بِوَقْتِ الصَّلَاة بِأَلْفَاظٍ مَخْصُوصَة
.
Secara bahasa adzan adalah
pemberitahuan, dan secara syariat adalah pemberitahuan waktu sholat dengan lafald
tertentu.
Awal disyariatkannya
terjadi pada tahun pertama hijriyah. Dalam riwayat Ibnu Umar yang berbunyi:
كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ
الصَّلاةَ لَيْسَ يُنَادَى لَهَا فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِي ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ
اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ بُوقًا
مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ فَقَالَ عُمَرُ أَوَلاَ تَبْعَثُونَ رَجُلاً يُنَادِي بِالصَّلاَةِ
فَقَالَ رَسُولُ اللهِ
يَا بِلاَلُ قُمْ فَنَادِ
بِالصَّلاَةِ[1]
Kaum muslimin, dahulu
ketika datang ke Madinah berkumpul, lalu memperkirakan waktu shalat, tanpa ada
yang menyerunya. (Hingga) pada suatu hari, mereka berbincang-bincang tentang
hal itu. Sebagian mereka berkata “gunakan saja lonceng seperti lonceng Nashara”. Dan
sebagian menyatakan “gunakan saja terompet seperti terompet Yahudi”. Maka Umar
berkata: “Tidakkah kalian mengangkat seseorang untuk menyeru shalat?” Lalu
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Wahai, Bilal. Bangun dan
serulah untuk shalat.”
Hadits tentang menjawab
Adzan
611 - حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ
عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِىِّ عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُولُوا
مِثْلَ ما يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ »[2]
Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Jika kalian mendengar adzan,
maka jawablah seperti yang disampaikan muadzin”
613
- قَالَ يَحْيَى وَحَدَّثَنِى بَعْضُ إِخْوَانِنَا أَنَّهُ قَالَ لَمَّا قَالَ
حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ . قَالَ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ .
وَقَالَ هَكَذَا سَمِعْنَا نَبِيَّكُمْ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ . [3]
Hukum Menjawab
Adzan
Tentang hukum
menjawab adzan ini, ulama berbeda pendapat. Sebagian Hanafiyyah, ahlu zahir,
Ibnu Wahb, dan yang lainnya berpendapat wajib menjawab adzan bagi yang
mendengar adzan, dengan mengambil lahiriah hadits yang datang dengan lafadz
perintah, sedangkan perintah menunjukkan wajib.
Adapun jumhur
ulama berpendapat hukumnya sunnah, tidak wajib, dengan dalil hadits Anas bin
Malik z yang menyebutkan bahwasanya:
سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ
أَكْبَرُ؛ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: عَلَى الْفِطْرَةِ. ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. فَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ: خَرَجْتَ مِنَ الناَّرِ
Rasulullah
pernah mendengar seseorang yang adzan mengatakan, “Allahu Akbar, Allahu Akbar.”
Rasulullah menjawab, “Dia di atas fithrah.” Kemudian muadzin itu berkata,
“Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah. Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.” Rasulullah
berkata, “Engkau keluar dari neraka.”[4]
Dalam hadits
di atas, Rasulullah mengucapkan ucapan yang berbeda dengan muadzin, berarti
mengikuti ucapan muadzin tidaklah wajib.
Dalil lainnya
adalah ucapan Nabi n kepada Malik ibnul Huwairits dan teman-temannya:
فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ
لَكُمْ أَحَدُكُمْ
“Apabila
datang waktu shalat, hendaklah salah seorang dari kalian menyerukan adzan untuk
kalian.”[5]
Doa Setelah Adzan
Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang ketika
(selesai) mendengar adzan berkata:
اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ
الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا
الَّذِي وَعَدْتَهُ
Maka mendapatkan
syafaatku pada hari kiamat.[6]
[1] HR.
Bukhari 604
[2]
Shahih Bukhari
[3] Shahih
Bukhari
[4] HR.
Muslim no.845
[5]
HR. Al-Bukhari no. 628, 7246 dan Muslim no.
1533
[6] HR.
Bukhari