22 Januari 2008

Ketika Hujan Berkabut


Ketika Hujan Berkabut
Oleh : Mochammad Moealliem

Hujan yang kurindukan selama ini akhirnya turun juga, hanya sayangnya udara yang begitu dingin mencegahku untuk bermain air atau bahkan melakukan kebiasaan diwaktu hujan sebagaimana dulu di pesantren, dimana ketika hujan turun disore hari maka dengan suka ria menikmatinya dengan bermain bola atau berlari-lari mengelilingi jalan raya yang seolah menjadi latihan marathon atau paling tidak mengukur kemampuan untuk berlari walau hal itu pelan sekali.

Hujan, memang perlu diterjemahkan kembali definisinya disaat aku tak pernah menemukan hujan di Kairo ini. Bagi orang Indonesia hujan adalah sahabat paling akrab saat musimnya, namun bagi orang Mesir hujan adalah hal yang asing, atau bahkan dikategorikan bencana, sebab jarang sekali mereka menikmati hujan sebagaimana aku menikmatinya dulu.

Karena hujan yang begitu jarang maka tak heran jika banyak orang mengatakan tidak ada hujan di Mesir, atau minimal qolilul adad yuaddu bil'adam (sorry kalau kurang tepat, aku ingatnya begitu) sesuatu yang sedikit itu dihitung tidak ada.

Hujan adalah gerimis di Indonesia, jadi kalau di Mesir orang bilang hujan maka maksudnya gerimis dengan definisi sesuai Indonesia, dengan begitu jangan tanyakan padaku apa bahasa arabnya gerimis? sebab gerimis itu tidak ada bagi orang Mesir yang ada cuman hujan yang seperti gerimisnya Indonesia.

Diawal waktu dulu ketika aku masih belajar memahami lingkungan Mesir, aku pernah mendengar ibu-ibu menjerit-jerit ketika hujan itu mirip di Indonesia (lebat) padahal hujan di Mesir tidak akan berjam-jam, paling 5 - 15 menit (selama yang aku tahu), namun kalau gerimis yang tak begitu lebat sama saja seperti di Indonesia, kadang juga berhari-hari, kalau kata orang jawa, gerimisnya wewe gombel (sebab biasanya banyak wewe gombel kalau gerimisnya model gituan). Dalam anilisaku kenapa orang mesir takut dengan hujan lebat dikarekanan rumah mereka adalah rumah susun, dan tanahnya pasir, kalau hujan sangat lebat bisa jadi akan ada erosi dan itu bisa membuat imarah (gedung apartemen yang berisi puluhan rumah) bisa miring atau bahkan roboh.

Karena takutnya orang Mesir dengan robohnya rumah mereka, maka kalau sedang marah dia akan berkata "yehrob baitak" (semoga roboh rumahmu), dan beberapa waktu yang lalu ada imarah roboh di Iskandariyah, namun mungkin penyebabnya gedungnya sudah terlalu tua, beruntunglah Mesir cukup tenang dari gempa bumi, coba kalau sering gempa bumi pasti pada bilang "capek deh!!"

Hujan, selama yang aku tandai sejak aku berada di ibu peradaban dunia ini, hujan adalah pembatas musim, musim panas mau pindah musim dingin biasanya ada hujan, musim dingin mau ganti lebih dingin biasanya hujan, musim dingin mau berkabut biasanya juga hujan, nanti kalau dingin sudah bosan dan mau ganti panas biasanya juga hujan, tapi itu yang aku tandai aja, sebab hujan yang tak menjadi pembatas juga ada.

Nah kemarin sore (21/01) hujan mulai berkabut, bahkan siang ini juga hujan lagi, jadi deh langit hari ini seperti murung dengan muka penuh mendung, padahal sebelumnya langit lebih sering bersih biru, bahkan kadang aku merasa kesepian melihat mendung tanpa awan sedikit pun, yang mungkin hal itu jarang kutemukan di Indonesia. Maka tak heran jika difoto Mesir itu indah dengan beground langitnya yang membiru, namun kalau dilihat dari dekat, tentu tak seindah fotonya, kalau dibaratkan pada manusia, Mesir itu photogenik

Ketika hujan dan kabut mulai turun, biasanya akan mengalami kemacetan tranportasi, jarak pandang terganggu, keindahan bidadari berkurang, dan biasanya juga sering ada kecelakaan kalau hujan, sebab para sopir itu jarang menemui fenomena itu, dan kebiasaan mereka menghentikan mobil pada jarak yang terlalu dekat, kalau hujan turun jalan licin dan biasanya sering nyeruduk.

Jalanan banjir, pernah kujumpai ketika hujan tiba, waktu itu jalanan nggak ada selokan, bahkan hampir kebanyakan jalan tanpa selokan layaknya di Indonesia, namun beberapa bulan kemudian ada proyek selokan (kayaknya waktu itu hujan agak lebat), namun sayangnya selokan itu sering penuh dengan pasir yang juga menghujani di musim panas, jadi kalau tak terawat selokan itu kembali percuma tanpa fungsi.

Banjir dijalanan terkadang bukan karena hujan, namun karena got mampet, sebab got pembuangan dipendam dibawah jalan, tentunya berdampingan dengan, kabel listrik, kabel telpon, dan pipa gas, juga saluran air, semuanya dipendam dengan barisan yang telah disepakati. Jadi akan sangat berbahaya seandainya dilakukan di Indonesia kalau banjir bisa konslet. Kalau digambarkan itu seperti film kura-kura ninja. Kalau boleh dikatakan perjalan air itu adalah dari nile kembali ke nile.

Air yang ada dirumah adalah air nile yang dibersihkan, sebab kehidupan masyarakat Mesir bergantung pada sungai nile, dalam istilah yang kutahu nahru nil nahrul hayat (sungai nil adalah sungai kehidupan) jadi kalau orang pernah hidup di mesir maka dia pernah minum air sungai nil, sebab airnya dari nil semua, kecuali air meneral botolan yang diambil dari sumbernya.

Begitulah kisah hujan dan kabut, dinegeri fir'aun terhanyut, disaat selimut begitu lembut, kala tidur menyambut, tidur akan begitu larut, serasa malam walau pagi menyambut, wahai orang-orang yang berselimut, bangunkan hati, pikiran dan tubuhmu yang kusut, bersihkanlah dan gunakanlah pelembut, ingatlah masa depan akan menyambut, janganlah engkau menjadi kalut, kala hujan tak lagi berkabut.

Alliem
Cairo, 22 Januari 2008
Hatiku Pun Masih Berkabut


[+/-] Selengkapnya...

14 Januari 2008

Menyongsong Masa Depan


Menyongsong Masa Depan
Oleh : Mochammad Moealliem

Hari ini adalah hari dimana suhu udara mulai mendekat kearah kebekuan, meski hal demikian tak separah dibagian kutub yang selalu banjir tiap tahunnya dengan banjir yang tidak deras seperti di Indonesia, namun banjirnya beku, dan menyelimuti lingkungan kehidupan manusia dengan salju. Indah mungkin kalau kita hanya melihat salju telah membatu dan bisa dipakai berselancar, namun saat salju turun, ternyata lebih tidak enak dari bayangan manusia yang tidak pernah merasakan salju menghujani daerahnya.

Sebagaimana adat musim dingin bahwa selimut adalah kawan paling setia, apalagi saat musim dingin mencapai klimaksnya, tentunya membuat kita malas untuk menyongsong masa depan, tak heran jika kita menjadi lupa bahwa disini tidaklah selamanya, sementara yang kita perbuat selama ini tak begitu punya makna yang berarti.

Masa lalu telah kita lewati, bahkan tahun lalu telah lewat beberapa minggu yang lalu, tahun yang penuh bencana untuk negeri kita tercinta, tanah longsor, banjir, dan berbagai sahabatnya yang telah kita kenal lama keberadaan mereka didekat kita, namun ternyata kita tetap saja menjadi korban atas pesta-pora para bencana menjelang tahun yang baru datangnya.

Memang bukan hanya di Indonesia hal demikan terjadi, namun setidaknya hal demikian di Indonesia bukanlah hal yang aneh dan asing, sebab hampir setiap tahun hal demikian wujud adanya sebagai penghias kota, bahkan merambah diibukota negara. Asyik memang kata pepatah yang bilang "laut yang tenang tak akan membuat pelaut yang handal", kalau dalam istilah penulis menjadi, "ketenangan laut bukanlah tepat untuk mengukur kehebatan pelautnya, tenggelam pun lebih baik, daripada terapung tanpa makna".

Indonesia bagaikan samudra dengan ombak yang begitu derasnya, namun sayangnya kita tak siap menjadi pelaut yang handal, ombak politik, ombak ekonomi, ombak aliran pemikiran, kepercayaan, maupun aliran dana, mulai paling kanan, sampai paling kiri, bahkan ombak-ombak bencana. Pepatah telah kita hapal hingga keluar kepala untuk sedia payung sebelum hujan, namun ternyata kita baru teringat payung setelah hujan reda, sementara pepatah harus dikembangkan menjadi sedia perahu sebelum banjir, dan kita baru ingat perahu setelah banjir mengibarkan bandangnya.

Di Mesir, penulis hanya mampu mendengar dan melihat berita-berita yang kini mulai mudah dijangkau oleh semua penduduk bumi, berita radio, televisi, bahkan koran, bisa penulis nikmati sebagaimana kita berada di Indonesia, tentunya agak sedikit pakai biaya. Namun demikian adanya mungkin hal demikian membuat sebagian orang enggan kembali, dengan berbagai alasan yang bisa dicari.

Mungkin Indonesia terlalu luas wilayahnya, panjangnya saja seperti panjang benua eropa, jumlah penduduknya lebih banyak dibanding jumlah orang arab semuanya, bahkan bisa jadi lebih banyak dibanding jumlah penduduk benua eropa. Hingga terkadang terlihat seolah negeri itu adalah negeri yang penuh bencana, dengan evakuasi yang lamban, bahkan korban-korban seolah dibiarkan terkapar hingga akhirnya mati satu demi satu tertimbun lumpur yang ada, sementara para pejabat masih ribut membahas jumlah uang yang harus dianggarkan untuk para korban yang mungkin tak bisa sampai pada korban secara utuh, atau bahkan korban yang dijatah anggaran sudah keburu mati.

Masyarakat kita hanya belajar dan diajari untuk neriman dengan musibah, tanpa belajar dan mengambil pelajaran dari bencana yang ada dan bagaimana menyongsong masa depan mereka agar terhindar dari bencana, ah betapa besar ombak laut Indonesia yang akan menjadi guru pencetak pelaut yang hebat jika mampu bertahan hingga masanya, atau bahkan akan memusnahkan para pelautnya jika tak mampu menaklukannya..

"Peganglah yang kuat kawan!! Ombak samudra begitu besar, bila kau lepas kau akan terbawa arus tanpa tujuan, bertahanlah sejenak kawan!! Tidaklah selamanya kita dalam lautan ini, lihatlah kedepan kawan!! Disanalah bahtera kita akan mendapat kebahagiaan."

Masa depan harus kita songsong dengan benar, jika tidak, kita hanya akan kembali menjadi korban dimasa selanjutnya. Untuk itu penulis punya analisa bahwa masa depan yang kita songsong hanyalah dua hal ; Pertama, adalah masa depan hidup kita dimasa mendatang, dan yang kedua adalah masa depan kematian kita diwaktu yang akan datang.

Kita telah diajari untuk menyongsong dua hal tersebut secara cermat dan tepat, sebagaimana kita tahu falsafah yang berbunyi, beribadahlah untuk akhiratmu, seakan engkau nanti akan tiada, dan bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya.

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. QS: 28:77

Zaman kita sangat berbeda dengan zaman dulu, zuhud bukanlah tidak memiliki harta benda, akan tetapi yang dikatakan zuhud adalah memiliki harta benda namun tidak merasa itu miliknya, akan tetapi semua itu milikNya, dan dia hanya bertugas menyalurkannya secara benar dan sesuai dengan hak-haknya, diantara hak dalam harta itu adalah zakat, dan zakat bukan hanya zakat fitrah tapi ada zakat mal, penerima zakat ada 8 golongan.

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .QS.9:60

Maka marilah bercita-cita menjadi pembayar zakat terbesar selama hidup kita disini, menjadi orang kaya yang dermawan itu lebih baik darpada menjadi orang miskin yang tidak sabar. Sebab kalau orang miskin tidak sabar, bisa-bisa akan mencuri bahkan menjual keimanannya, sebagaimana kata nabi "hampir-hampir kemiskinan itu menjadikan orang kufur" kậda lfaqru an yakuna kufron.

Alliem
Cairo, Senin 14 Januar 2008
Allahumma Bậrik Lanậ Fimậ A'toitanậ


[+/-] Selengkapnya...

13 Januari 2008

Bulan Sabit Di Barat Kota


Bulan Sabit Di Barat Kota
Oleh : Mochammad Moealliem

Mnggu ini, suhu udara di Cairo sedang berselimut dingin yang memaksaku harus kedinginan meski baju telah kurangkap tiga dan masih dibungkus satu jaket, yang menjadi masalah sebenarnya bukan suhu udara yang dingin itu, akan tetapi adalah lamanya menunggu angkutan kota yang biasa mengantarku kembali ke asrama tempatku mencatat rasa.

Hal demikian terjadi sewaktu saya hendak kembali dari rumah kawan-kawanku yang menjadi saksi atas dinginnya malam, sementara sarana tranportasi begitu tidak teratur jam perjalanannya, sehingga jarak yang seharusnya saya tempuh dengan waktu 30 menit, berubah menjadi 90 menit. Meski ibukota namun rasanya tidak seperti di Jakarta, selama ini yang penulis anggap jam perjalanannya teratur hanyalah metro anfaq (kereta bawah tanah) namun sayangnya rumah tempat bermain penulis belum dijangkau oleh kereta ini.

Sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat sekitar untuk menunggu angkutan umum dengan waktu yang cukup lama, apalagi waktu kita berpergian tepat dengan waktu pergantian ship para sopir angkutan kota, biasanya sekitar waktu maghrib, tentu akan lebih lama menunggu angkutan tersebut, sebagaimana penulis alami beberapa waktu yang lalu.

Namun demikian hal itu bukanlah yang pertama, hanya saja penulis ingin berbagi kisah menjadi masyarakat Cairo dikelas menengah kebawah, sebab kalau menengah keatas mereka jarang merasakan pengalaman ini, sebab angkutan mereka bukan angkutan umum, tapi angkutan khusus. Apalagi ketika musim ujian, yach hari-hari ini juga musim ujian, hanya kebetulan penulis nggak ada ujian dihari-hari ini, jadi masih suka jalan-jalan menikmati lingkungan hidup yang akan menjadi kenangan. Dalam musim ujian, biasanya kawan-kawan yang bermukim di Madinat Nasr (Nasr City) akan berangkat begitu pagi walaupun ujian akan di mulai pukul 9.30, sebab kalau berangkat jam 9, bisa dipastikan akan terlambat dan tentu dapat musykilah di kampus nantinya.

Kendaraan yang mengangkut kawan-kawan menuju kampus azhar yang berada di lingkungan masjid khusein tidak banyak, waktu berangkat tidak teratur, penumpangnya terlalu banyak, jadi kalau mereka berada ditengah-tengah jarak yang ditempuh kendaraan tersebut akan mengalami gangguan susah naik, bus sudah miring kekanan, kalau di Indonesia miring kekiri, sebab pintu bus disini disebelah kanan mirip dieropa (kalau salah dikoreksi ya, soale belum pernah kesana).

Betapa nikmatnya duduk dikursi bus kota ini, sebab kursinya begitu terbatas sekali, hanya orang-orang yang berangkat melalui terminal pertama yang bisa leluasa memilh kursi tersebut, sebab bagi yang menunggu di mahattah (halte) bagian tengah sampai akhir hanya akan mendapat kesempatan berdiri kalau masih muat, dan tidak jadi naik kalau sudah penuh, coba anda bayangkan kawan, kursi bus kota begitu menggiurkan, apalagi kursi d DPR tentu lebih dari itu.

Dalam penantian penulis pada kendaraan umum itu, akhirnya datang juga bus kota dengan nomor perjalanan 65 putih, soalnya nomor 65 ada tiga macam, yang putih ada dua, yang kuning ada satu, itu warna begroundnya, 65 yang putih ada yang berjurusan dari terminal Ahmad hilmi-mansaah Nasir, dan ada yang berjurusan Hay Al Ashir-Sayidah Zainab, kalau yang kuning Hay Al Ashir-Sayidah Aisyah, tapi penulis lupa nama mahattah akhir dua yang terakhir itu, namun yang jelas tiga nomor perjalanan itu semuanya melewati asrama, hanya nomor yang pertama yang tidak melewati Hay al Ashir.

Karena malam begitu dingin, penulis yang menunggu di mahattah Mutsallats akhirnya masih bisa memilih kursi diantara kursi yang cukup reot dalam bis kota tua itu, meskipun sejak tahun 2006 ketika Mesir hendak menjadi tuan rumah piala Afrika, banyak pergantian bus tua, namun sisa-sisanya masih begitu banyak yang dioperasikan termasuk yang penulis naiki kemarin.

Ada hal-hal yang unik dalam bus kota itu, setidaknya penulis jadi mengenal orang arab bukan saja tahu, bahkan terkadang sempat menyita pikiran penulis untuk menemukan sebuah kesimpulan. Bukan soal kecantikan tentunya yang menyita pikiran itu, sebab semua juga sudah tahu kebanyakan orang Mesir cantik bila dibandingkan dengan cewek Indonesia yang ada di Mesir (tentu penilaian ini subjektif penulis) bahkan mahasiswa baru bisa terkecoh dengan pengemis, katanya "pengemis kok cakep banget" mungkin juga itu diukur dengan pengemis di Indonesia dibagian jalanan, kalau dibagian kantor pengemisnya tentu juga cakep rupawan.

"Ya Allah, ya rob'ah" tiba-tiba seorang lelaki berkata begitu dengan begitu semangat memberitahukan pada penumpang yang lain, kira-kira pembaca bisa memberi makna atas ucapan itu? Bagi yang mengenal masyarakat arab akan tahu, tapi bagi yang belum mengenal tak akan tahu, apalagi yang aliran terjemah letterlek akan marah.

Kita biasanya mengatakan "Ya Allah, ya Rahman etc" namun kok ada orang bilang "Ya Allah ya rob'ah", apa kira-kira orang ini musyrik yang menganggap Allah ya rob'ah, nah begitulah bahaya orang-orang yang suka terjemah leterlek, apalagi terjemah alqur'an secara leterlek, dia akan keliru dalam memahami kehendak Sang Pnecipta.

Silahkan anda temukan jawabannya, apa maksud orang berkata seperti diatas? sementara semua penumpang bus tidak bereaksi apa-apa, termasuk penulis, sebab orang itu tidak gila dan ucapan dia tidak salah. Sementara kita akan ngambil sampel tentang aliran Islam terjemah, penulis tidak tahu ini termasuk aliran sesat atau bukan, sebab yang penulis ambil disini adalah orang-orang yang hanya terfokus pada pemahaman ala terjemah leterlek, misalnya ada kata "nafsin wahidatin" dalam terjemah artinya diri yang satu, namun karena dia merasa tahu sedikit bahasa arab dia mengambil kesimpulan bahwa diri yang satu itu adalah perempuan, karena memakai wahidatin, ada tak marbutohnya.

Begitulah kebodohan sebagian manusia, padahal anak MI tempat saya dulu belajar imrity saja bisa tertawa dengan kesimpulan seperti itu, "nafsin wahidatin" kalau ada nafsin ya tentu pakai wahidatin, nggak mungkin pakai wahidin, sebab kata nafs itu muannats (feminin dlm bhs prancis) lha begitu kok sampai dipakai dasar bahwa manusia pertama adalah perempuan karena ayatnya nafsin wahidatin. Padahal semua kata nafsin dalam alqur'an selalu diberi dlomir muannats "wannafsi wama sawaha, etc. Cara berfikir terjemah seperti itu akan mengatakan malaikat itu perempuan, dan syetan adalah laki-laki, karena malaikat pakai tak marbutoh syetan tidak pakai. Maka dari itu penulis harap bagi orang-orang yang punya semangat yang besar untuk berguru dulu sebelum berfikir, agar hasil pikiran itu bisa cermat dan tepat.

Sepintar apapun anda bisa memahami bahasa tak akan mampu memberikan terjemah yang tepat atas kata "ya allah ya rob'ah" kecuali anda pernah bergulat dengan lingkungan bahasa tersebut tentu akan tahu makna yang sebenarnya.

Robi'ah adawiyah, dia seorang perempuan sufi, yang begitu terkenal hingga menjadi nama daerah di Mesir, yaitu daerah rob'ah, ditandai dengan masjid besar di bagian tengah daerah itu dengan namanya. Robiah adawiyah adalah termasuk pecinta gila (menurut penulis) sebab karena cintanya pada sesuatu dia tak membenci sesuatu. Penulis pernah membaca tulisan tentang cinta Rabiah adawiyah dan ditanyakan padanya, "jika kamu mencintai Allah, apakah kamu membenci Iblis?" apa jawabnya "tak ada ruang dalam hatiku untuk membenci siapapun". Berbeda dengan kita kalau mencintai sesuatu tentu kita membenci sesuatu yang lain, kalau kita cinta perempuan cantik, kita tentu membenci permpuan jelek, kalau kita cinta dengan agama kita, kita membenci agama lain, kalau cinta partai kita, kita benci partai lain, bahkan kalau kita cinta madzhab kita, kita benci madzhab yang lain, apakah kita sudah mencintai atau masih membenci.

Nah, ketika bus kota itu melewati masjid itu, orang tadi bertiriak memberi tahu penumpang yang lain, agar bagi siapa saja yang ingin turun dimahattah rob'ah segera mempersiapkan diri, karena bus hampir sampai pada mahattah yang berdekatan dengan masjid rab'ah. Jadi terjemahnya "ya Allah, bagi yang turun rob'ah", atau bisa jadi kata yaallah adalah kata tambahan, yang biasanya dipakai dalam mengajak orang, misalnya "yallah ta'al, yallah igri, yallah-yallah (ayo-ayo), atau untuk menyuruh, yallah iktib ba ah, (ayo nuliso po o) ayo menulis dong!!, jadi bisa jadi maksudnya adalah "ayo siapa yang mau turun di mahattah rob'ah.

Sesampainya diasrama, hatiku sedikit lega atas sebuah kata yang menyita pikirku selama di bus kota, ternyata bahasa itu begitu multi makna, intonasi dan situasi pengucapan akan memberi makna yang berbeda, maka Maha suci Allah yang mengajarkan nabi muhammad untuk tidak tergesa-gesa membaca KalamNya. Sementara itu bulan tersenyum melihatku gembira memasuki gerbang asrama dengan diiringi tahun baru dengan memakai peredaran bulan sebagai alat pengukurnya, sementara yang aku lihat hanyalah bulan sabit di barat kota.

Alliem
Cairo, Ahad 13 Januari 2008
Berusaha Untuk Menjadi Purnama


[+/-] Selengkapnya...

07 Januari 2008

Memburu Warna Yang Hilang


Memburu Warna Yang Hilang
Oleh : Mochammad Moealliem

Kita semua tentu pernah menggambar, entah menggambar dalam kertas, dalam pasir, papan tulis, bisa juga menggambar dengan komputer, atau bahkan menggambar dalam daya imajinasi otak kita. Ada satu warna yang hilang dalam pandangan kita, meskipun warna itu nyata-nyata wujud adanya.

Warna yang menjadikan warna lain terlihat indahnya, warna yang sangat jelas hingga membuat kita mampu melihat mana yang cakep dan mana yang jelek, mampu membedakan mana hitam dan mana yang putih, adalah berkat satu warna yang unik, yang seolah dengan hilangnya dari pandangan kita menjadikan kita mampu memandang.

Bisa juga kita katakan bahwa warna ini akan selalu mengikuti warna yang lain, warna ini tidak mampu menutup pandangan kita terhadap sesuatu, jika warna ini kita rubah menjadi warna putih, penulis yakin kita tak bisa menilai baik buruknya sesuatu, dan yang ada hanya putih semua, jika kita ganti dengan warna merah, hijau ataupun biru, sama halnya kita menjadi buta.

Namun ternyata kita sering mengatakan bahwa warna tersebut identik dengan putih, padahal sebenarnya hal itu tak bisa dibenarkan, hanya saja karena kita tak terlalu suka dengan kebenaran, dan yang kita suka adalah yang penting mengutungkan, maka terkadang kita mengatakan warna yang hilang itu menjadi warna putih.

Pernahkah pembaca minum air putih? Tentunya semua orang pernah minum air putih, air putih tentu airnya berwarna putih, apa sih definisi putih? Putih itu warna atau tidak berwarna?

Penulis yakin putih itu warna, namun terkadang tidak dianggap berwarna, seperti tv hitam-putih bukanlah tv berwarna. Air putih juga adalah air yang tidak berwarna. Namun sama-sama putih warnanya berbeda, lalu ada nggak air putih itu? Jawabny tentu nggak ada tapi ada. Lho piye tho?

Air yang bening itu kan tidak berwarna, karena tidak berwarna maka identik dengan putih, karena warna air hanya ada dua, bening dan butek (keruh) dan keruh itu variatif bisa juga keruhnya berwarna putih, tapi itu bukan air putih tapi menjadi air keruh putih, tinggal keruhnya oleh apa, kalau oleh susu maka jadinya air (keruh)susu putih dan seterusnya. Tapi kalau nggak keruh namanya bening, karena bening tidak kelihatan, maka dibilang aja putih.

Dengan air yang bening kita dapat melihat apa yang ada didalamnya, meskipun dengan ukuran tertentu, sebab air bening bisa juga akan terlihat menjadi biru, lihat aja kolam renang yang baru diganti airnya, atau lihat lautan yang airnya bening, pasti akan kelihatan menjadi biru, sebenarnya warnanya apa? Bening atau biru? Dari dekat bening tapi dari jauh menjadi biru, atau warna itu berubah karena kelemahan mata kita?

Sekarang lihat ke atas, apa warnanya? Tentunya pembaca akan berkata biru, hitam atau putih, itu jika pembaca saat ini berada diluar ruangan. Tapi kalau didalam ruangan, tergantung apa warna atap ruangan anda.

Kenapa penulis katakan, putih, hitam atau biru jika diluar ruangan, yach kalau lagi mendung kan putih, kalau mendungnya tebal jadi hitam, tapi kalau tidak bermendung, kata orang langit biru. Apa benar warna langit adalah biru? Jelas tidak benar, hanya saja itu menguntungkan, seperti saya katakan diawal kita tak peduli benar atau tidak, yang penting menguntungkan kita untuk memberitahukan warna yang hilang.

Dari sini penulis mengambil pelajaran bahwa indera kita tidak konsisten terhadap warna, padahal indera adalah pijakan akal untuk berfikir, jika kita berfikir dari data yang tidak benar tentu hasilnya bisa dipastikan tidak benar, maka tak heran jika hasil olah pikir manusia sangat terbatas, manusia tak akan mampu melihat jiwanya sendiri, kalau melihat jiwanya sendiri aja tak mampu, apalagi pingin melihat Allah dengan matanya yang lemah itu, bagaimana bisa? Melihat udara saja tak mampu kok macam-macam. Dan ketika ditanya apakah udara itu ada? Tentu jawabnya ada, tapi apa warnanya? Bisakah kau melihatnya? Jika bisa melihatnya tentu kau bisa menggambarnya, coba gambar udara dan warnanya pada buku gambar anda.

Mungkin kalau dengan alat kita akan sedikit terbantu untuk melihat udara, tapi warnanya merah, kuning, hijau, tapi kalau digambar kok jadi bening, sebenarnya warna udara itu apa?

Puji Syukur pada Dzat yang menjadikan udara tidak berwarna, kalau saja udara berwarna putih tentunya sejak didepan lensa mata kita akan berwarna putih dan tak akan kita lihat warna yang lainnya. Dan dengan hilangnya warna-warna keruh pada udara kita bisa melihat yang buruk dan yang cakep, bisa melihat hitam, putih, biru dan sebagainya.

Maka tak heran jika dalam hati manusia juga terdapat beberapa indera, hingga kadang hati kita bisa bicara, bisa mendengar, bahkan banyak orang sering sakit hatinya. Tentunya hati pun dapat memandang dengan matanya, itu jika ruangan hati tersebut bening dan didukung pencahayaan yang cukup. Maka wajarlah jika seseorang yang bening hatinya, akan mampu melihat apa yang ada sesuai daya jangkau yang ada, namun ketika ruang atmosfir hati masih keruh dengan warna, dia akan buta dan membabi buta, tak akan tahu jalan, tak bisa membedakan mana buruk dan mana baik, yang ada hanya keruh, kalaupun keruhnya berwarna putih tentunya seperti kabut yang menyelimuti musim dingin, kalaupun keruhnya berwarna coklat tentu seperti halnya menyelam dalam lumpur, apalagi keruhnya warna-warni tentu makin tidak karuan.

Dan ketika atmosfir hati kita penuh dengan polusi, tentu perjalanan kita akan terganggu, pilot pesawat terganggu, nahkoda kapal terganggu, sopir, masinis dan para pengemudi akan terganggu, kecuali mereka punya satelit yang berfungsi normal serta dapat mengirim dan menerima sinyal tentu akan sampai tujuan dengan selamat. dan satu-satunya satelit dalam diri kita adalah hati, cukup dengan mengaktifkan hati dengan sinyal-sinyal yang benar tentu perjalanan kita akan sampai dengan selamat serta mendapat ketenangan, karena sinyal kita terhubung langsung dengan sumber sinyal yang ada pada tujuan perjalanan kita. Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada jalanMu.

"......Katakanlah:"Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya, (QS. 13:27) (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. 13:28)

Alliem
Cairo, Senin 07 Januari 2008
Berusaha Untuk Bebas Polusi


[+/-] Selengkapnya...

10 Artikel Populer