Oleh : Mochammad Moealliem
Siang itu begitu panas untuk ukuran musim hujan, terlebih pikiran penulis sedang berusaha mencari kejelasan hukum bagi perempuan haid masuk masjid, sementara ada dua pendapat berbeda, beserta beberapa peristiwa yang berkembang di masyarakat, yang mungkin mencoba menterjemahkan apa yang bisa dipahaminya langsung dari Alqur'an secara mandiri dan otodidak, hingga argumen yang keluar adalah "Yang penting kan darahnya tidak netes di Masjid".
Kemudian penulis katakan "Adakah dalil pelarangan itu karena netesnya?"
Hal ini senada dengan seseorang yang bertanya pada penulis tentang zina, dia berargumen:
"Bahwa larangan itu karena takut tidak teridentifikasi gen, yang menimbulkan kerancuan siapa ayah bayi, nah zaman sekarang alat sudah canggih" begitu argumen orang itu, meski dia sendiri sedang risau dengan masalahnya.
Lalu penulis katakan,
"Apakah ada dalil yang menjelaskan bahwa larangan itu seperti argumen anda?"
Dan tidak ada dalil bahwa larangan itu seperti argumen orang itu, begitupun masalah perempuan haid, itu hanya penipuan logika berfikir yang menggerus keimanan seseorang.
Kenapa Allah melarang ini dan itu? Tanya orang itu.
Ya karena untuk menguji apakah anda beriman atau tidak, janji surga juga hanya bagi yang percaya, kan aneh ada orang tidak percaya Allah tapi berharap surga-Nya.
Kembali kepada masalah perempuan haid
Pendapat yang membolehkan berdasarkan bahwa :
1. Tidak ada larangan yang pasti atau Al Bara’ah Al Ashliyyah
2. Bermukimnya wanita hitam yang biasa membersihkan masjid, di dalam masjid, pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
3. Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada Aisyah radhiallahu ‘anha yang di datangi haid sewaktu melaksanakan ibadah haji bersama beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :“Lakukanlah apa yang diperbuat oleh seorang yang berhaji kecuali jangan engkau Thawaf di Ka’bah.”
Pendapat yang melarang berdasarkan pada:
1. Firman Allah Ta’ala :“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan mabuk hingga kalian mengetahui apa yang kalian ucapkan dan jangan pula orang yang junub kecuali sekedar lewat sampai kalian mandi.” (An Nisa’ : 43)
2. Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada para wanita ketika beliau memerintahkan mereka untuk keluar ke tanah lapangan pada saat shalat Ied. Beliau menyatakan :“Hendaklah wanita-wanita haid menjauh dari mushalla.” (HR. Bukhari nomor 324)
3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mendekatkan kepala beliau kepada Aisyah yang berada di luar masjid ketika beliau sedang berada di dalam masjid, hingga Aisyah dapat menyisir beliau dan ketika itu Aisyah sedang haid.
4. Hadits yang lafadhnya : “Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang junub dan tidak pula bagi wanita haid.” (HR. Abu Daud 1/232, Baihaqi 2/442.
Sebelum kita bahas lebih lanjut, penulis ingin pembaca reungkan dulu beberapa dalil diatas, menurut pembaca mana yang kuat?
Penulis disini lebih memilih pendapat yang melarang, dengan konsep bahwa haid, nifas, dan junub adalah hadats besar, dan siapa yang berhadats besar mendapatkan larangan yang sama sampai dia suci dari hadats besar.
Lalu coba kita liat ayat diatas tentang orang junub (hadats besar) boleh sih masuk masjid namun hanya sekedar lewat, bisa diartikan ada dispensasi jika hanya untuk keperluan penting, begitupun jika haid dan nifas (hadats besar).
Coba perhatikan juga sabda nabi yang melarang Aisyah melakukan thowaf, boleh melakukan seperti yang dilakukan jamaah haji pada umumnya selain thowaf, perhatikan penjelasan ini, Thowaf itu sama dengan sholat, dan posisi thowaf pada zaman rosul itu tidak seperti sekarang kondisi masjidnya, jadi saya tangkap pesan seperti ini, seyogyanya agak menjauh dari tempat dimana orang melakukan sholat. Waktu itu tempat Sai belum termasuk masjid, antara sofa dan marwa dulu terdapat pemukiman. Silahkan lihat documenter tentang haji dari zaman ke zaman.
Maka waktu itu, selain thowaf, lokasinya di luar masjid.
Kisah Aisyah menyisir rambut Nabi, mungkin pembaca masih belum bisa mendapat gambaran yang pasti, bahwa rumah nabi adalah satu tembok dengan masjid, sekarang ini menjadi lokasi makam beliau, jadi nabi di dalam masjid dan Aisyah di rumahnya, ini menunjukkan Aisyah tidak masuk masjid, namun hanya disekitar masjid.
Bermukimnya orang hitam, coba anda perhatikan, disana tidak disebutkan apakah wanita itu masih haid, atau sudah menapouse? Tidak ada keterangan jelas, maka tidak sah dipakai dasar bolehnya masuk masjid wanita haid, lah wong yang mukim disana tidak bisa dipastikan masih haid. Kalau sudah menapouse kan tidak haid lagi.
Jadi jika kita menghormati baitullah, mari kita jaga sopan santun kita, semoga Allah memberikan keberkahan bagi orang yang berakhlaq mulia.
Allim
Jakarta, Senin 28 Februari 2011
Akhirnya kutemukan jawabannya
Siang itu begitu panas untuk ukuran musim hujan, terlebih pikiran penulis sedang berusaha mencari kejelasan hukum bagi perempuan haid masuk masjid, sementara ada dua pendapat berbeda, beserta beberapa peristiwa yang berkembang di masyarakat, yang mungkin mencoba menterjemahkan apa yang bisa dipahaminya langsung dari Alqur'an secara mandiri dan otodidak, hingga argumen yang keluar adalah "Yang penting kan darahnya tidak netes di Masjid".
Kemudian penulis katakan "Adakah dalil pelarangan itu karena netesnya?"
Hal ini senada dengan seseorang yang bertanya pada penulis tentang zina, dia berargumen:
"Bahwa larangan itu karena takut tidak teridentifikasi gen, yang menimbulkan kerancuan siapa ayah bayi, nah zaman sekarang alat sudah canggih" begitu argumen orang itu, meski dia sendiri sedang risau dengan masalahnya.
Lalu penulis katakan,
"Apakah ada dalil yang menjelaskan bahwa larangan itu seperti argumen anda?"
Dan tidak ada dalil bahwa larangan itu seperti argumen orang itu, begitupun masalah perempuan haid, itu hanya penipuan logika berfikir yang menggerus keimanan seseorang.
Kenapa Allah melarang ini dan itu? Tanya orang itu.
Ya karena untuk menguji apakah anda beriman atau tidak, janji surga juga hanya bagi yang percaya, kan aneh ada orang tidak percaya Allah tapi berharap surga-Nya.
Kembali kepada masalah perempuan haid
Pendapat yang membolehkan berdasarkan bahwa :
1. Tidak ada larangan yang pasti atau Al Bara’ah Al Ashliyyah
2. Bermukimnya wanita hitam yang biasa membersihkan masjid, di dalam masjid, pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
3. Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada Aisyah radhiallahu ‘anha yang di datangi haid sewaktu melaksanakan ibadah haji bersama beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :“Lakukanlah apa yang diperbuat oleh seorang yang berhaji kecuali jangan engkau Thawaf di Ka’bah.”
Pendapat yang melarang berdasarkan pada:
1. Firman Allah Ta’ala :“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan mabuk hingga kalian mengetahui apa yang kalian ucapkan dan jangan pula orang yang junub kecuali sekedar lewat sampai kalian mandi.” (An Nisa’ : 43)
2. Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada para wanita ketika beliau memerintahkan mereka untuk keluar ke tanah lapangan pada saat shalat Ied. Beliau menyatakan :“Hendaklah wanita-wanita haid menjauh dari mushalla.” (HR. Bukhari nomor 324)
3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mendekatkan kepala beliau kepada Aisyah yang berada di luar masjid ketika beliau sedang berada di dalam masjid, hingga Aisyah dapat menyisir beliau dan ketika itu Aisyah sedang haid.
4. Hadits yang lafadhnya : “Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang junub dan tidak pula bagi wanita haid.” (HR. Abu Daud 1/232, Baihaqi 2/442.
Sebelum kita bahas lebih lanjut, penulis ingin pembaca reungkan dulu beberapa dalil diatas, menurut pembaca mana yang kuat?
Penulis disini lebih memilih pendapat yang melarang, dengan konsep bahwa haid, nifas, dan junub adalah hadats besar, dan siapa yang berhadats besar mendapatkan larangan yang sama sampai dia suci dari hadats besar.
Lalu coba kita liat ayat diatas tentang orang junub (hadats besar) boleh sih masuk masjid namun hanya sekedar lewat, bisa diartikan ada dispensasi jika hanya untuk keperluan penting, begitupun jika haid dan nifas (hadats besar).
Coba perhatikan juga sabda nabi yang melarang Aisyah melakukan thowaf, boleh melakukan seperti yang dilakukan jamaah haji pada umumnya selain thowaf, perhatikan penjelasan ini, Thowaf itu sama dengan sholat, dan posisi thowaf pada zaman rosul itu tidak seperti sekarang kondisi masjidnya, jadi saya tangkap pesan seperti ini, seyogyanya agak menjauh dari tempat dimana orang melakukan sholat. Waktu itu tempat Sai belum termasuk masjid, antara sofa dan marwa dulu terdapat pemukiman. Silahkan lihat documenter tentang haji dari zaman ke zaman.
Maka waktu itu, selain thowaf, lokasinya di luar masjid.
Kisah Aisyah menyisir rambut Nabi, mungkin pembaca masih belum bisa mendapat gambaran yang pasti, bahwa rumah nabi adalah satu tembok dengan masjid, sekarang ini menjadi lokasi makam beliau, jadi nabi di dalam masjid dan Aisyah di rumahnya, ini menunjukkan Aisyah tidak masuk masjid, namun hanya disekitar masjid.
Bermukimnya orang hitam, coba anda perhatikan, disana tidak disebutkan apakah wanita itu masih haid, atau sudah menapouse? Tidak ada keterangan jelas, maka tidak sah dipakai dasar bolehnya masuk masjid wanita haid, lah wong yang mukim disana tidak bisa dipastikan masih haid. Kalau sudah menapouse kan tidak haid lagi.
Jadi jika kita menghormati baitullah, mari kita jaga sopan santun kita, semoga Allah memberikan keberkahan bagi orang yang berakhlaq mulia.
Allim
Jakarta, Senin 28 Februari 2011
Akhirnya kutemukan jawabannya