21 Maret 2011

Hati-hatilah dengan Tiga Kata

Hati-hatilah dengan Tiga Kata

Oleh : Mochammad Moealliem

Menarik, menggelitik, dan perlu dikritik.
Kafir, Munafik, Musyrik, kata-kata berbahaya ini perlu kita jaga dari bibir kita yang mungil ini, dan tak perlu mengcapnya dengan leher berotot he he he

Berbeda pendapat itu biasa dalam diskusi, namun ingat jangan mudah menuduh orang yang berbeda pendapat dengan kita dengan tuduhan seperti saya tulis diatas, hal itu sangat berbahaya dan bila tuduhan itu salah maka tuduhan itu akan kembali kepada penuduh, bukankah anda tahu hadith nabi

"Barangsiapa berkata kepada saudaranya, 'Hai kafir, maka sesungguhnya kalimat ini akan kembali kepada salah seorang di antara mereka."

( Muttafaq 'Alaih dari Ibn Umar,al-Lu'lu' wa al-Marjan, hal 39 )

Maksud hadith ini kalau kalimat kafir akan mengenai salah satu dari penuduh dan yang dituduh, jika yang dituduh tidak kafir maka penuduhlah yang menjadi tempat kembalinya kalimat itu.

Satu hal yang sangat penting di sini ialah kemampuan untuk membedakan tingkat kekufuran, kemusyrikan, dan kemunafiqan. Setiap bentuk kekufuran, kemusyrikan dan kemunafiqan ini ada tingkat-tingkatnya.

Akan tetapi, nash-nash agama menyebutkan kekufuran, kemusyrikan, dan kemunafiqan hanya dalam satu istilah, yakni kemaksiatan; apalagi untuk dosa-dosa besar. Kita mesti mengetahui penggunaan istilah-istilah ini sehingga kita tidak mencampur adukkan antara berbagai istilah tersebut, sehinggakita menuduh sebagian orang telah melakukan kemaksiatan berupa kekufuran yang paling besar (yakni ke luar dari agama ini) padahal mereka sebenarnya masih Muslim.

Dengan menguasai penggunaan istilah itu, kita tidak menganggap suatu kelompok orang sebagai musuh kita, lalu kita menyatakan perang terhadap mereka, padahal mereka termasuk kelompok kita, dan kita juga termasuk dalam kelompok mereka; walaupun mereka termasuk orang yang melakukan kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Untuk menangani masalah ini sebaiknya kita mengaca pada peribahasa Arab: "Hidungmu adalah bagianmu, walaupun hidung itu pesek."

Dalam buku Fiqh Prioritas karya DR.Yusuf Qordlawi edisi bahasa Indonesia, bisa anda baca sendiri disana dijelaskan berbagai devinisi dari ketiga kalimat diatas dengan disertai pembagian antara besar dan kecil dari ketiganya

Orang kafir itu tidak sholat, namun orang yang tidak sholat itu belum tentu kafir. Anda tentu memahami hal ini secara mantiq (logika), Indonesia adalah bagian besar penduduk muslim dunia, namun apakah muslim Indonesia melaksanakan sholat semuanya? Tentunya jawaban itu "tidak", nah apakah orang yang tidak sholat itu kafir, tentunya tidak, tapi yang jelas hal itu dosa besar seperti yang ditulis DR.Yusuf Qardlawi dalam buku yang sama:

" Para ulama berselisih pendapat dalam memberikan batasan terhadap dosa besar ini. Barangkali yang paling dekat ialah kemaksiatan yang pelakunya dapat dikenakan had di dunia, dan diancam dengan ancaman yang berat di akhirat kelak, seperti masuk neraka, tidak boleh memasuki surga, atau mendapatkan kemurkaan dan laknat Allah SWT. Itulah hal-hal yang menunjukkan besarnya dosa itu.

Ada pula nash-nash agama yang menyebutkan batasannya secara pasti dan mengatakannya ada tujuh 22 macam dosa besar setelah kemusyrikan; yaitu: Membunuh orang yang diharamkan oleh Allah untuk membunuhnya kecuali dengan alasan yang benar; sihir; memakan riba; memakan harta anak yatim; menuduh perempuan mukmin melakukan zina; melakukan desersi dalam peperangan. Sedangkan hadits-hadits shahih lainnya menyebutkan: Menyakiti kedua hati orang tua, memutuskan tali silaturahim, menyatakan kesaksian yang palsu, bersumpah bohong, meminum khamar, berzina, melakukan homoseksual, bunuh diri, merampok, mempergunakan barang orang lain secara tidak benar, mengeksploitasi orang lain, menyogok, dan meramal.

Termasuk dalam kategori dosa besar ini ialah meninggalkan perkara-perkara fardu yang mendasar, seperti: meninggalkan shalat, tidak membayar zakat, berbuka tanpa alasan di bulan Ramadhan, dan tidak mau melaksanakan ibadah haji bagi orang yang memiliki kemampuan untuk pergi ke tanah suci. "

Namun kita juga perlu teliti dengan hal-hal semacam ini, jangan-jangan hal itu memang sengaja dilakukan untuk tujuan tertentu, sebab terkadang para anti islam sengaja menopang serta sengaja memasukkan bias-bias orientalis yang sangat sulit kita sadari, sebab cara yang paling cocok untuk menghancurkan islam adalah lewat orang islam sendiri, mereka tak akan mampu secara langsung menorobos kedalam islam tanpa melalui orang-orang yang lemah imannya, dan hal ini berkaitan erat dengan istilah kemunafikan.sesuai dengan hadits:

"Ada empat hal yang apabila kamu berada di dalamnya, maka kamu dianggap sebagai orang munafiq murni. Dan barangsiapa yang mempunyai salah satu sifat tersebut, maka dia dianggap sebagai orang munafiq hingga ia meninggalkan sifat tersebut. Yaitu apabila dia dipercaya dia berkhianat, apabila berbicara dia berbohong, dan apabila membuat janji dia mengingkari, apabila bertengkar dia melakukan kecurangan." [ Muttafaq 'Alaih, dari Abdullah bin Umar; al-Lu'lu' wal-Marjan (37).]

Hadits yang lain menyebutkan, "Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga: Apabila bicara, dia berbohong; apabila berjanji dia mengingkarinya; dan apabila dipercaya, dia berkhianat." [ Muttafaq 'Alaih, dari Abu Hurairah r.a., ibid., (38).]

Dalam riwayat Muslim disebutkan: "Walaupun dia berpuasa, shalat, dan mengaku bahwa dia Muslim." [ Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a. dalam kitab al-Iman, 109, 110.]

Untuk itu mari kita berdiskusi dengan pikiran yang obyektif, dan dengan kesadaran tinggi bahwa kita manusia yang biasa, dan kesalahan tak mungkin kita hindari sebab sifat maksum hanya bagi nabi, namun orang salah dalam diskusi lebih baik dari pada orang benar tapi diam saja, terlebih nggak tahu hal itu benar atau salah. Seperti ijtihad kita ketika bingung mencari qiblat, dalam setiap rokaat kearah yang berbeda hal itu tidak membatalkan sholat kala memang nggak ada yang mampu memberi tahu yang benar. Seperti ijtihadnya saudara Roy maka bagi yang tahu arah wajib hukumnya mengingatkan. Sebab Islam memakai aturan Fiqh dalam beribadah berbeda sekali dengan Kristen. Dan mengingatkan itu tak perlu memaksa apalagi menangkap.

Kebenaran mutlak hanya milik Allah semata, apa yang kita anggap benar didunia ini hanyalah mendekati kebenaran yang mutlak, dan kebenaran tidak hanya melalui satu jalan, seperti istilah yang trend " banyak jalan menuju Roma", kalau kita kiaskan menjadi "banyak jalan menuju kebenaran". Ikutilah rambu-rambu agar mencapai tujuan dengan cepat dan tepat, bila tersesat ada pepatah lagi "malu bertanya sesat dijalan", kepada siapa bertanya? Qur'an menjawab "Fas alu ahlad dzikri inkuntum la ta'lamun" bertanyalah pada ahli dzikir jika kalian tidak tahu.

Jumhur fuqoha tidak memperbolehkan membaca fatihah dalam sholat selain dengan bahasa aslinya (arab) bisa dilihat pada "al fiqh al islamy wa adialatuh " wahbah zuchaily hal 839. Ditambah lagi tidak diperbolehkan mengganti ayat-ayat fatihah dengan ayat lain, baik bisa membaca arab dengan baik atau pun kurang baik bacaanya, harus dengan bahasa arab, dengan dalil "qur'anan arobian" QS.12:2, juga "bilisanin arobiyin mubin "QS.26:195

Hanya sebagian pengikut madzhab hanafi memperbolehkan dengan bahasa selain arab karena ketidakmampuan seseorang untuk membaca dengan bahasa arab, namun tidak saya temukan diperbolehkanya membaca fatihah dengan dua bahasa atau diiringi terjemahanya dalam sholat, dan kalau masih ngotot pakai dua bahasa itu tanggung jawab pemakai dan para pendukungnya. Ingatlah tidak semua orang boleh membuat rambu-rambu dijalan.

Allim
Jakarta, Senin 21 Maret 2011
Ya Allah, berilah kami Ridlo-Mu

Catatan : Tulisan ini adalah sikap atas kejadian Roy yang membaca fatihah dalam sholat dengan terjemahan bahasa Indonesia, dan pernah saya post pada Jum'at, 03 june 2005, namun untuk melengkapi maka kami post kembali dengan beberapa perubahan.

1 komentar:

  1. Konon, salah satu pekerjaan paling mudahdi dunia ini adalah menuding, alias menyalahkan orang lain di setiap kegagalan yang terjadi. Kambinghitaman orang lain jadi reaksi pertama setiap melakukan kesalahan. Terlebih kesalahan itu berefek besar terhadap kepentingan yang lain. Dari hal kecil seperti dapat hasil buruk dalam ujian matematika, hingga urusan keretakan rumah tangga, selalu ada orang lain yang dianggap ikut andil memunculkan masalah tersebut.

    Ketika angka 4 yang tertera di atas lembar nilai ujian matematika, guru sering menjadi alamat tudingan.
    “Gurunya ngajarn yang gak becus”, atau
    “Memang sejak lama guru matematika itu sentimen sama saya.”
    Sewaktu gagal masuk ke perguruan tinggi negeri, dengan mudahnya kita berujar, “Suasanakelas tidak kondusif dan kotor. Jelas sangat mengganggu konsentrasi.”
    Saat terlambat memberikan bahan laporan yang diminta atasan, padahal batas waktu diberikan sudah lewat, komputer menjadi sasaran.
    “Komputernya error terus,Pak.”
    Presentasi yang gagal dan menyebabkan kerjasama dengan pihak lain tidakterealisasi, rekan sekerja pun tertuding, dianggap tidak banyak membantu.

    Begitu juga dalam rumah tangga. Tuding-menuding ini jadi sudah lumrah terjadi. Anak kesayangan pulang sambil menangis dan mengaku dipukul teman bermainnya, sang ibu pun mencak-cak dengan sejuta makian tanpa mau tahu siapa yang tertutupi oleh rasa kecewa yang besar, sehingga tak mampu melihat permasalan lebih jernih. Kalaulah sudah mengantisipasi setiap inci faktor penyebab kesalahan pada diri sendiri, kita lupa mengingatkan anggota tim lainnya untuk melakukan hal yang sama, meminimalisir faktor kesalahan.

    Hidup tanpa menyalahkan atau nuding orang lain dibalik kegagalan yang terjadi semestinya dibiasakan. Mulailah dan mulai diri sendiri (termasuk saya). Jika kita mampu menerapkannya, barulah mengajak anggora keluarga yang lain untuk memulainya. Berlanjut kelinggkungan sekitarnya untuk menularkan kebiasaan ini. Duh, indahnya membayangkan sebuah kampung yang berisi orang-orang yang mau berunjukdiri, dan berani mengakui kesalahan tanpa menuding orang lain. Nikmatnya hidup di sebuah Indonesia yang masyarakatnya berani berdiri paling depan untuk bertanggung jawab atas kegagalan, kekeliruan, dan kealpaan yang terjadi. Bahagia jika kita sendiri yang mau memulainya, hidup tanpa menuding.
    Ayo! Indonesia bisa.

    BalasHapus

Katakan pendapatmu kawan

10 Artikel Populer