12 November 2007

Allah Pun Bertawassul

Allah Pun Bertawassul
Oleh : Mochammad Moealliem

Mungkin diantara pembaca ada yang alergi dengan kata tawasul, namun setidaknya pembaca harus bijak dengan sebuah kata yang saya lontarkan ini meskipun dalam keyakinan taklid pembaca hal itu adalah kurang berkenan. Sangat tidak baik jika pembaca menghakimi sebuah tulisan hanya dengan membaca judulnya. Sebagaimana menghakimi sebuah buku hanya dengan membaca resensinya.

Dalam kamus Lisanul Arab ada banyak makna dari kata wasala, setidaknya adalah suatu hal untuk mencapai satu tujuan. Wasilah bias bermakna sebuah posisi dihadapan raja, bias bermakna kedekatan, bias bermakna suatu derajat, dan masih banyak lagi makna dari kata itu. Namun yang penulis ambil dalam catatan ini adalah sebuah media untuk mencapai maksud.

Wasilah adalah media, orang ingin bertemu dengan presiden perlu banyak wasilah, terlebih orang yang sangat bawah dalam strata jabatan, akan sangat mustahil kita bisa bertemu presiden jika kita hanya orang biasa, dan tidak punya media untuk itu. Dan media itu akan semakin sedikit ketika kita naik jabatan, contoh kecil, seorang kepala desa yang ingin menemui presiden, tentu harus lewat camat, bupati, gubernur, baru staf kepresidenan, itu pun belum tentu dilayani oleh presiden. Namun terkadang ada juga yang tiba-tiba bisa bertemu presiden, tapi itu bukan kemauan orang itu, namun kemauan presiden menemui dia.

Jalan menuju Allah pun tak jauh berbeda dengan jalan menemui sang atasan, bahkan Allah lebih tinggi lagi derajatnya hanya dibanding presiden, untuk itu ukurlah kededukan anda dimata Allah, tanyakan pada diri anda "saya dimana?". Namun kebanyakan dari kita merasa dekat dengan Allah, sebuah perasaan yang tergesa-gesa sering muncul dalam hati manusia hanya untuk memonopoli sebuah kebenaran. Bahkan tak jarang orang merasa lebih benar dibanding orang lain, padahal belum ada bukti kalau dia dekat dengan Allah. Dalam Al qur'an Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah media yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan."(QS:5:35)

Allah mengajarkan pada kita untuk mencari media agar bisa mencapai pada derajat kedekatan denganNya, sebagaimana Allah mengambil media untuk dekat dengan kita. Lihatlah bahwa Allah menyampaikan wahyu dengan mengambil media malaikat jibril, Allah menghidupkan sesuatu dengan media air, seperti firmannya, waj'alna minal ma i likulli syai in hayyu (dan kami jadikan dari air segala sesuatu hidup), begitu pula Allah mendidik manusia melalui media.

Perlukah tawassul agar mencapai Allah? Jawaban yang tepat adalah, jika kamu merasa hamba yang lemah, hal itu perlu, namun jika kamu merasa dekat mungkin tidak perlu. Namun perlu diingat bahwa nabi Muhammad saja melalui jibril, hanya saat-saat tertenu saja nabi bisa langsung tanpa wasilah, yaitu ketika Isra' Mi'raj. Jika nabi saja bertawassul kenapa kita merasa lebh hebat dari beliau.

Kita mampu memahami kehendak Allah sudah melalui berbagai media, Jibril kepada Nabi, nabi kepada Sahabat, Sahabat kemudian membukukan wahyu, baru kita bisa membaca Al qur'an, toh kadang kita faham dan kadang kita tidak faham, kita masih butuh media untuk memahami lagi.

Apakah Allah butuh media? Jawabannya adalah tidak, Allah tidak butuh media. Namun Allah bebas dalam segala perbuatannya. Seperti halnya presiden, jika hendak memanggil seorang kepala desa, dia tak perlu repot datang sendiri kerumah kepala desa, cukup menyuruh staf-stafnya untuk menghubungi, bukan berarti presiden tidak bisa datang kerumahnya, hanya presiden yang bodoh yang akan datang kerumah kepala desa itu.

Allah mampu menciptakan manusia tanpa melalui proses kehamilan, Allah mampu menciptakannya tanpa pembuahan, Allah mampu menciptakan segala sesuatu tanpa apa-apa. Namun Allah tidak ingin manusia akan menjadi bodoh dan tak menggunakan akalnya, betapa tidak jika Allah menciptakan manusia tanpa ayah dan ibu, tentunya dunia sudah penuh, dan manusia akan saling bunuh membunuh, karena tidak adanya rasa hormat kepada yang lain, karena sama-sama ciptaan Allah secara langsung. Hal demikian ketika diciptakan secara langsung dan ditaruh dibumi bersamaan.

Bisakah mencapai Allah tanpa tawassul? Jawabannya bisa saja. Sebab nabi musa dulu menghadap Allah secara langsung tanpa wasilah, dan Allah pun berfirman :

فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى

Berfirman"Akulah tuhanmu yang paling tinggi".(QS:79:24)

Hingga akhirnya akidah Agama nabi musa dan kaumnya (yahudi yg sesuai taurat) berakidah bahwa Allah punya sifat seperti manusia, Dia punya mulut, karena membisiki Musa secara langsung, hingga Musa mendapat sebutan "alkalim". Mereka juga menyakini Allah punya tangan, karena taurat ditulis oleh Allah langsung, dan turun kebumi sudah berupa huruf, mereka juga berpendapat bahwa Allah ada diatas, karena waktu musa berdoa "robbi ariny andur ilaik" kemudian langit membelah dan musa tersungkur. Dan lain sebagainya bisa and abaca di buku-buku milal wa nihal.

Ahli taurat berpendapat bahwa apa yang dikatakan ustusan Allah adalah kata-kata Allah, begitu pula bentuk utusan Allah adalah bentuk Allah, entahlah bagiku terlalu membingungkan untuk difahami. Namun berbeda lagi dengan nabi Isa, ketika dikatakan bahwa nabi isa berkata : Allah dalam aku, dan aku didalamNya. Tak heran jika para pengikutnya kebingungan, menentukan siapa nabi Isa dan siapa Allah. Kitab injil pun adalah apa yang keluar dari ucapan nabi Isa tanpa wasilah, kalau boleh saya istilahkan Allah meminjam bibir nabi Isa. Juga membingungkan untuk difahami.

Makanya dalam Islam, Allah mengambil media bernama malaikat Jibril, agar umat Islam tidak kebingungan untuk mengenal Allah itu siapa, Jibril itu siapa, dan Nabi itu siapa. Namun ajaran semua nabi adalah ajaran Islam, sebab semua ajaran nabi yang baik termaktub dalam Al qur'an, maka tak aneh ketika dalam masyarakat Islam, ada yang berkidah mujassamah, alias seperti akidah yahudi, yang memberi sifat Allah seperti sifat makhluk, dari punya tangan, punya wajah, punya mata, dan sebagainya. Ada juga yang berakidah wahdatul wujud, alias seperti akidah nabi Isa dan para sahabatnya, yang berpandangan bahwa kita didalam Allah, alias Allah maha besar dan kita lebur didalamNya.

Dalam Islam kita tak jauh berbeda dengan umat-umat sebelumnya, namun kita mendapat tambahan dan kemudahan yang banyak untuk menuju Dzat-Nya, orang Islam bisa sholat dimana-mana, sebab bumi adalah masjid baginya , berbeda dengan umat dahulu yang tidak boleh sholat selain di ma'bad (tempat ibadah). Tak perlu kiranya kita mempersulit diri, sebab kita diberi kemudahan

Alliem,
Cairo, Selasa 05 Juni 2007
Ilahi Anta Maqsudy



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Katakan pendapatmu kawan

10 Artikel Populer