09 November 2007

Sampai Kapan Engkau Tidur

Sampai Kapan Engkau Tidur
Oleh : Mochammad Moealliem

"Makanlah yang enak, serta tidurlah yang nyenyak", ketika penulis masih kecil, seorang guru berpesan demikian, namun sebelum penulis memberikan tafsiran yang penulis kehendaki, sang guru tanpa ditanya langsung memberikan penafsiran atas pesan yang dia sampaikan, namun dalam tulisan ini, penulis memberi kesempatan kepada para pembaca untuk menemukan maksud pesan diatas.

Sejak kapan kita tidur? Tentunya kita akan punya jawaban beraneka ragam, ada yang bilang sejak pagi, sejak sore, atau bahkan sejak kita ngantuk, namun saya harap kita tidak tidur ketika membaca tulisan ini.

Setuju atau tidak, menurut penulis kita tidur sejak kita punya mata, sejak dalam perut ibu, kita telah tidur berbulan-bulan, kemudian kita lahir dan mencoba bangun sebentar, dan tidur lebih lama, coba lihat bayi itu akan bangun menangis, minta makan dan minum, dan berak, kemudian tidur lagi, percobaan bangun yang begitu panjang.

Semakin lama kita mengenal kehidupan, semakin sedikit kita tidur, dan sekarang mungkin kita cukup tidur 7 jam perhari, bahkan kurang dari itu. Terlebih hidup di negara maju, mungkin tidur akan tergantikan dengan obat, hanya demi percobaan bangun, entah bangun dalam cinta, ekonomi, politik, kebahagian dan sebagainya.

Waktu seolah dilipat, meski kita tak punya ilmu "lempit wektu" atau melipat waktu, bagaimana tidak?, ketika hari-hari kita nikmati dengan tidur nyenyak, tak terasa tiba-tiba kita menjadi tua, sementara kita tidak membangun apa-apa, sebab tidur tak akan membangun apa-apa kecuali mimpi, dan sungai-sungai kecil didataran bantal. Memang kita dibuat lupa dengan batas akhir kesempatan bangun kita, bahkan kita terlalu asyik untuk merayakan hari-hari yang memakan usia kita, dan mendekatkan pada tidur abadi yang tak bisa ditentukan kapan kita akan bangun kembali.

Dalam kalender jawa, begitu pula hijriyah, juga kalender-kalender yang memakai perhitungan peredaran rembulan, hari akan dimulai ketika permulaan malam, sebagaimana kita memulai hidup, dalam kegelapan kandungan, kita telah mencoba bangun dalam kegelapan itu, meski hanya ditandai gerak-gerik yang menunjukkan bayi yang sehat, yang seolah nanti kalau lahir langsung bisa bermain bola, ah betapa sukanya seorang ibu melihat calon anaknya sudah mulai bergerak.

Mungkin bayi itu sudah bangun meski belum dapat melihat, kalau kita sudah melihat tapi belum dapat bangun, bayi mengenal dunia dengan suara lantang, tak peduli siapa saja yang tertawa maupun tersenyum, menghina atau memuja, yang penting menangis adalah sehat bagi dirinya. Kalau saja bayi bisa bersyair mungkin akan berkata begini

Waladatka ummuka yabna adama bakia,
wan nassu hawlaka yadhakuuna sururo
Fajhad linafsika an takuna idza bakaw,
fi yawmi mautika dlohikam masruro

Engkau menangis ketika ibumu melahirkanmu,
Sementara orang-orang sekitarmu tertawa bahagia
Berusahalah untuk dirimu, agar di hari matimu
Orang sekitarmu menangis, sementara kau tertawa bahagia.

Bangunkan pikiranmu, bangunkan hatimu, bangun kemampuanmu, biarkan mereka tertawa melihat tangis kehidupan kita, jadikan mereka menangis ketika kita berpisah dan melambaikan tangan "sampai jumpa" dengan tertawa dan bahagia yang kita bangun dari tangis kita.

Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS. 17:79)

Pernahkah anda melakukan tahajjud? Bangun dari berbagai macam tidur, Sholat tahajjud adalah sholat malam setelah kita bangun dari tidur, kalau nggak bisa tidur namanya sholat lail, atau sholat sunah mutlak, sholat tahajjud minimal 2 rokaat, maksimal 10 rokaat, atau 8 rokaat, nabi pernah melakukan sebanyak itu.

Tapi ingat yach, itu sholat sunnah, ibadah tambahan, jangan sampai memburu tambahan kehilangan ibadah pokok. Waktu yang utama adalah sepertiganya malam yang terakhir, yach misalkan saja malam sebanyak 10 jam, kalau dibagi tiga hasilnya, 3 jam 20 menit, yach hitung aja dari waktu subuh, alias mulai 3.20 menit sebelum waktu subuh, sampai waktu subuh, itulah waktu yang utama, namun kalau misalnya habis magrib kita udah tidur, bangun jam 9 malam, kita juga boleh melakukan tahajjud, sebab kita sudah bangun dari tidur.

Memang berat sebuah percobaan mem-bangun-tidur-kan mata kita, apalagi hati kita, belum lagi bangun dari otak kita yang tidur nyenyak, setidaknya kita bisa katakan pada diri sendiri "Sampai kapan engkau tidur", sebab kalau yang mengatakan orang lain mungkin kita makin malas, bahkan kadang yang mengatakan kekasih kita, namun kita masih bisa beralasan "yach bentar lagi, masih ngantuk nih".

Menulis pun kebanyakan kita masih enggan untuk bangun, kita masih ngantuk dan malas dibangunkan orang lain dengan berbagai macam alasan, diantaranya, "saya belum mampu menulis untuk public", "belum kelasnya", "belum bisa", dan berderet gerbong kereta alasan yang tak pernah ditarik oleh lokomotif.

Mari menulis untuk diri sendiri, namun biarlah tulisan itu dibaca orang lain, sebab kalau kita baca sendiri kita tak akan pernah tau kekurangan kita, bukankah sebagai kelemahan manusia yang kurang mampu mengoreksi diri dan karyanya, "gajah dipelupuk mata tidak tampak, semut diseberang lautan tampak", semakin kita takut semakin kita tertinggal, dan waktu tak mengenal berhenti, manfaatkan kesempatan kita bisa bangun dan membangun, sebelum kita tidur dan lebur termakan bumi dan waktu.

Tidurlah jika mengantuk dan makanlah ketika lapar, itulah tafsiran guruku atas pesannya, bahwa nyenyaknya tidur karena ngantuknya, nikmatnya makan karena laparnya, tapi kalau nggak lapar jangan makan dulu, juga kalau belum ngantuk jangan tidur dulu, tapi buatlah karya meski hanya sebaris kata.

Alliem,
Rabu, 04 April 2007
Yang Berusaha Bangun dari Tidur




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Katakan pendapatmu kawan

10 Artikel Populer