07 November 2007

Kebenaran Sejati Adalah Ketiadaan

Kebenaran Sejati Adalah Ketiadaan
Oleh : Mochammad Moealliem

Sejak kecil kita telah mengetahui bahwa matahari selalu terbit dan terbenam, rembulan pun kadang sabit juga purnama, bintang-bintang pun berkilau, langit pun membiru dihias sedikit putih dan hitam warna awan, angin pun berhamburan bahkan ada juga angin topan, arah pun berlawanan, ada atas tentu ada bawah, ada timur tentu ada barat, dan lain sebagainya.

Anda tentu tidak akan mengatakan bahwa hal diatas adalah salah, bahkan mungkin anda sudah menyakini bahwa itulah kebenaran, namun dalam pikirku hal itu bisa benar juga bisa salah, atau bisa kita katakan benar dalam ruang tertentu dan akan salah ketika dilihat dari ruang yang lain, apakah anda sudah menggambar tanda tanya dalam benak anda, lalu seperti apa kebenaran sejati itu? siapakah yang menipu kita sehingga menganggap hal itu adalah kebenaran, dan apakah hal itu salah jika dianggap benar?

Tentunya tidak asing dalam pengetahuan kita, bahwa sesuatu itu akan tampak menarik ketika berada agak jauh dari tempat kita berada, contoh kecil ketika kita melihat gajah dari jauh maka akan terlihat bahwa gajah itu indah dan berkulit halus, namun ketika kita melihat lebih dekat maka akan tampak betapa kasarnya kulit gajah, jika anda tidak puas dengan contoh itu, ok lah akan saya kasih contoh yang lebih asyik lagi, biasanya contoh ini terjadi pada orang-orang yang sedang jatuh cinta dan berucap kepada kekasihnya "wajahmu berkilau seperti rembulan", padahal permukaan rembulan ketika aku lihat pakai teropong bintang bentuknya tidak rata bahkan berlobang-lobang, hanya saja ketidak mampuan kita melihat rembulan secara dekat menjadikan kita memberi keputusan bahwa bulan itu halus dan indah.

Aku masih ingat perbahasa yang mendukung pendapatku tentang hal itu, yaitu "semut diseberang lautan tampak, gajah dipelupuk mata tidak tampak", sekecil apapun sesuatu itu kalau agak jauh akan terlihat, namun sebesar apapun sesuatu itu kalau terlalu dekat akan tidak terlihat, kebaikan dan keburukan orang lain akan tampak jelas meski itu kecil namun kebaikan dan kekurangan kita akan tak terlihat meskipun itu lebih besar, hal ini pun terjadi dalam masalah agama, keburukan dan kebaikan suatu agama akan tampak ketika dipandang dari agama lain, meskipun itu lebih kecil dari kebaikan dan keburukan orang yang memandang.

Contohnya seperti sebagian kaum muslim yang beranggapan bahwa pemeluk agama non islam lebih baik, meski itu kecil, ini bagi yang menilai kebaikan, begitu pula sebagian orang muslim yang menganggap bahwa pemeluk agama non islam lebih buruk, meskipun itu juga kecil, ini dilihat dari sisi keburukan. Lalu timbul pertanyaan dimana kebenaran itu? yach penulis coba kasih tahu bahwa semua itu benar dengan konsep bahwa kebenaran itu relatif, dan tidak ada yang namanya kebnaran sejati kecuali milik Allah, "Alhaqqu min robbika fala takun minal mumtarin".

Sementara kita kembali masalah matahari terbit, apakah matahari pernah terbit dan pernah tenggelam? tentunya jawaban kita sama dengan anak kecil, meski sebenarnya matahari tak pernah terbit, sebab terbit dan tenggelamnya matahari hanyalah dimata kita yang sangat lemah ini, coba kita terbang sebentar sampai ketinggian dimana bumi kita lihat seperti bola lalu kita lihat juga Matahari seperti bola, rembulan pun seperti bola, nah saat anda berada diposisi ini kemudian penulis tanya pada anda, "sekarang siang apa malam?" lalu "langit itu diatas bumi atau bawahnya?", "bulan sabit atau purnama"?, mana timur mana barat? mana selatan mana utara?, mana atas mana bawah? mana warna biru langit itu?.

Itulah kebenaran sejati maka penulis katakan bahwa kebenaran sejati di dunia adalah ketiadaan, indera kita tak akan mampu menembus kebenaran itu, sebab jika kita ditanya dimana matahari terbit? kita tentu menjawabnya di arah timur, dan jangan kita jawab seperti hal diatas, anda bisa dikatakan gila, hal diatas hanya memberi contoh bahwa kita tidak bisa memberikan kebenaran yang mutlak, dari situ kita butuh aturan dari dzat yang sejati, yang bukan nisby (relatif), namun terkadang kita tidak percaya dengan aturan dari Dzat yang sejati, yaitu Al Qur'an, banyak hal-hal yang tidak bisa dicerna dengan akal, padahal sudah sedemikian rupa diermudah agar bisa difaham manusia, "walaqod yassarnal qur'ana liddzikri fahal mim muddakir"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quraan untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" QS:Al Qomar:17

Kalam tuhan itu tidak berupa huruf dan suara dan kalam ini sifatnya qodim, hanya saja itu tak akan mampu difaham oleh manusia kecuali harus dibahasakan dengan bahasa manusia, seperti halnya seorang doktor Azhar ngomong dengan anak TK di Indonesia, nggak bakalan nyambung ketika tidak diterjemah dulu, dan terkadang dicuekin aja sama anak tk itu, apakah doktor itu akan marah-marah dengan anak tk itu? apapun yang dikatakan anak tk itu tidak mengurangi sedikit pun dari doktor itu, dan doktor itu pun tak membutuhkan pengakuan anak tk itu agar menjadi doktor, itu contohnya, terlebih lagi Allah, sangatlah bodoh jika kita beranggapan bahwa Allah butuh pengakuan kita terhadap ketuhananNYA, hanya tuhan-tuhan kaum pagan yang butuh pengakuan, seperti fir'aun, izis, oziris, berhala-berhala, dan tuhan-tuhan palsu semacam itu yang lain, bodohlah orang-orang yang mempertuhankan makhluk, seperti orang yang mempertuhankan nabi isa, uzair, fir aun, lata, uzza, ali ra, matahari, api, dll. Ingatlah hanya Allah kebenaran sejati itu.

Alliem,
Ahad, 09 Juli 2006
Masih tetap nisby

1 komentar:

  1. Saya setuju dengan contoh-contoh dalam uraian di atas, bahwa kebenaran manusia hanya sampai mana manusia mampu memandang dan paham tentang segala sesuatu yang ada.
    Tetapi ada hal yang belum di jelaskan secara gamblang tentang bagaimana kebenaran adanya hubungan manusia dengan Tuhan pemilik kebenaran itu. Bagaimana membuktikannya dan membahaskannya bahwa kita (manusia) benar-benar bisa mengklaim kita memiliki hubungan dengan Tuhan jika kita katakan kita berTuhan. Karena sangat ironis jika manusia tidak yakin atau samar-samar/ragu-ragu tentang apa yang di percayanya tetapi tidak dapat membuktikan dasar kepercayaannya (manusia itu sendiri tidak paham dengan gamblang apa yang di yakini). Sehingga jika manusia tidak paham dengan gamblang hubungannya dengan Tuhan, maka yang dilakukan hanyalah pemujaan kosong hampa tanpa arah dan hanya ritual manusiawi yang tidak tersampaikan pada apa yang di yakani karena tidak di pahami atau tidak saling kenal (tidak ada hubungan). Ini yang harus penulis jelaskan bagaimana kebenaran sejatinya tetang hubungan manusia dengan Tuhan, sehingga penyembahan yang dibuat manusia di dunia ini benar-benar di yakini tersampaikan kepada Tuhan Mahabesar pencipta alam semesta dan manusia. Terima kasih

    BalasHapus

Katakan pendapatmu kawan

10 Artikel Populer