09 November 2007

MENIMBANG MAKNA JIHAD[1]

MENIMBANG MAKNA JIHAD[1]
Telaah Kritis Atas Ayat-ayat Perang
H.Moch Moealliem[2]

BismilLah!

Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi ummat Manusia. Allah berfirman: “Ini adalah sebuah Kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (QS. Al-A‘râf: [7]: 2)


....وقاتلواالمشركين كافة كمايقاتلوكم كافة واعلموا ان الله مع المتقين.


…dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. ( QS: At Taubah [9]: 36 )

كتب عليكم القتال وهو كره لكم وعسى ان تكرهوا شيأ وهو خير لكم وعسى ان تحبوا شيأ وهو شر لكم والله يعلم وانتم لا تعلمون.

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. ( QS: Al Baqarah [2] : 216 )

فاذالقيتم الذين كفروا فضرب الرقاب حتى اذا أثخنتموهم فشدوا الوثاق...

Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka…..( QS : Muhammad [47]: 4 )

I. SEJARAH PERANG DALAM ISLAM

Pada sekitar tahun 610 M. Nabi Muhammad resmi menjadi rosul dengan ditandai turunnya wahyu yang menjadikan dirinya ketakutan begitu dasyat[3], dimana Dia tak pernah membayangkan bahwa dirinyalah yang akan menjadi nabi, sebab keadaannya yang tak bisa membaca dan menulis, maka ketika jibril menemuinya di gua hira untuk menyampaikan wahyu yang pertama, nabi Muhammad sempat menolak dua kali untuk membacakan wahyu-wahyu ilahi yang begitu dasyat, wahyu ilahi yang tak berbahasa itu akhirnya terbahasakan dengan bahasa arab, agar mampu dicerna kaum-kaum yang sudah sangat membutuhkan pemulihan moral yang sangat memprihatinkan.

Makkah adalah tempat suci sejak zaman tak diketahui, sebelum Muhammad manjadi nabi, Makkah adalah sebagai tempat suci dimana suku-suku arab zaman dulu beribadah dengan mengelilingi sebuah kubus yang dihias dengan berhala-berhala yang mereka buat sendiri, dan kemudian mereka sembah dan hormati. Aturan-aturan pun telah ada sejak dulu, tentang larangan-larangan melakukan tindak kekerasan di tempat suci.

Selama 10 tahunan nabi Muhammad menyampaikan wahyu-wahyu ilahi yang bertujuan sebagai upaya penataan moral masyarakat setempat, mendapat perlakuan yang kurang layak, masyarakat muslim yang masih seumur jagung mendapat teror, intimidasi, dan tekanan terus menerus dari orang-orang Quraisy, sementara nabi tak pernah menerima mandat perang dari Allah atas orang-orang yang mengganggu kaum muslimin, Allah hanya memerintahkan agar umat muslim bersabar dan berdoa kepada-NYA.

Melihat fenonema yang begitu membahayakan keberadaan kaum muslim yang dimusuhi oleh mereka yang masih menyembah berhala, Nabi Muhammad mengajak kaum muslim untuk pindah ketempat yang lebih stabil untuk pertumbuhan kaum muslim kedepan. Yatsrip adalah kota yang menjadi tujuan hijrah kaum muslim sekarang bernama Madinah.

Kemudian turunlah izin resmi dari Allah kepada nabi Muhammad untuk berperang[4] dalam rangka defensif bukan opensif, denga firman Allah:

أذن للذين يقاتلون بانهم ظلموا وان الله على نصرهم لقدير@ اللذين أخرجوا من ديارهم بغيرحق الاانيقولوارينا الله ولولا دفع الله الناس بعضهم بعض...الاية.

Telah diizinkan bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa,[5]

II. ALASAN UNTUK BERPERANG

Perang tanpa alasan adalah sebuah kekonyolan, bisa juga disebut dengan sebutan yang sekarang begitu terkenal dengan istilah teroris, sebuah perang yang tak memiliki alasan. Islam adalah agama perdamaian tak menghendaki kekerasan, namun kenapa ketika ada kata teroris selalu saja membawa Islam sebagai induknya. Untuk itu perlu kiranya umat islam tahu bahwa dalam berperang melawan musuh Islam terdapat beberapa syarat yang harus terpenuhi, jika tidak maka perang itu bukan untuk Allah tapi untuk nafsunya. Adapun syarat-syarat[6] itu

1. Sebagai upaya pertahanan terhadap:

1.Kelangsungan hidup kita atau untuk mempertahankan keberadaan jiwa kita, dan ketika keberadaan kita terancam maka perang itu menjadi boleh.
2.Kehormatan[7]
3.Harta benda
4.Negara ketika terjajah

وقاتلوا فى سبيل الله اللذين يقاتلونكم ولاتعتدوا ان الله لايحب المعتدين

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.( QS: Al Baqarah [2]:190 )

2.Sebagai bentuk pertahanan untuk melakukan dakwah kepada Allah, maka ketika berdakwah kejalan Allah mengalami intimidasi dan sebagainya, sedemikian sehingga dakwah berhenti, maka demi mempertahankan dakwah kita boleh berperang melawan mereka.dalam firman Allah surat Al baqarah 190-193 kita boleh berperang melawan mereka yang nyata-nyata memusuhi kita, akan tetapi jika tidak menampakkan permusuhan terhadap kita, islam melarang kita mengadakan peperangan terhadap mereka.

Jihad dalam arti perang dijalan Allah tidak begitu saja boleh dilakukan oleh semua orang, mereka harus memenuhi beberapa syarat untuk bisa melakukan jihad di medan perang, ketika perang itu berhukum wajib seperti halnya perintah perang yang termaktub dalam surat Al baqarah :16. syarat-syarat itu diantaranya adalah

1. Islam : sebagaimana disebutkan dalam QS:At Taubah[9]: 123, kenapa harus islam? Sebab orang-orang yang bukan islam tidak diperintahkan serta apapun yang dilakukanya adalah sia-sia saja.
2. Aqil dan Baligh : berakal dan sudah berumur cukup. QS:At TAubah[9]: 91, bagi yang nggak berakal atau mengalami gangguan jiwa mereka tidak diperbolehkan mengikuti jihad, dikhawatirkan bisa memperkeruh suasana. Begitu juga harus sudah dewasa jadi anak-anak tidak diperbolehkan terlibat masalah seperti ini.
3. Huriyah : merdeka dalam artian tidak menjadi budak
4. Laki-laki :QS: Al Anfaal[8]:65, Wanita tidak dlarang untuk berjihad akan tetapi wanita dilarang untuk berperang, seperti yang ditanyakan aisyah pada nabi tentang sebuah amalan yang afdhol adalah jihad dan jihad itu adalah haji.
5. Sehat
6. Mampu berperang
7. Punya harta untuk mencukupi hidupnya selama berperang juga mencukupi keluarga yang ditinggalkannya.[8]

Tiada dosa atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, QS:At Taubah[9]: 91

III. DEFINISI JIHAD

Jihad adalah kata dalam bahasa arab yang mempunyai asal kata berupa 3 huruf yaitu : j h d, seperti kita maklum bahwa bahasa arab adalah bahasa yang memungkinkan terjadinya multi makna, dalam kata lain satu kata bukan hanya punya arti yang satu, begitu pula kata jihad. Orang barat selama ini mengartikan jihad dengan holy war ( perang suci ) padahal kalau dalam bahasa arabnya menjadi al harb al muqodasah , definisi jihad adalah:

Secara bahasa adalah bersusah payah, mencurahkan kesungguhan, mengerahkan kekuatan secara maksimal. Sedangkan mengikut terminalogi (istilah), kata jihad mempunyai makna: Mengorbankan jiwa, dan harta dalam membela dien Allah dan melawan musuh - musuhNya.

"Berjihadlah kamu sekalian dengan harta, lidah dan jiwa kalian."

Dalam kitab Al Iqna' fi hal el alfad abi suja' , menyebutkan bahwa jihad adalah perang dijalan Allah.

Menurut Syeikh Doktor Abdul Halim Mahmud[9], mengemukakan bahwa jihad itu bermacam-macam:

1. Al-Jihad al-Harbi, jihad perang;
2. Jihadun Nafsi, jihad di dalam diri sendiri;
3. Jihadul Usrah, jihad di kalangan keluarga;
4. Jihadul Mujtama', jihad di masyarakat.

Mungkin untuk lebih mudahnya jihad bisa kita klasifikasikan menjadi dua bagian, pertama adalah jihad kecil dan juga jihad besar. Jihad kecil ini mencakup segala bentuk usaha dengan menggunakan kekuatan materi, baik dengan tenaga maupun harta, atau hal yang sifatnya materi. Sedangkan jihad yang besar adalah segala usaha dengan non materi baik secara berfikir, atau hal-hal yang sifatnya melawan hawa nafsu.

Hawa nafsu inilah musuh dalam selimut kita selama ini, seperti kita ketahui bahwa manusia memiliki dua kekuatan dalam melakukan sesuatu, yang pertama adalah melakukan sesuatu yang baik dan yang kedua memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang tidak baik. Nafsu manusia selalu mendorong untuk melakukan hal-hal yang tidak baik meskipun kita secara sadar mengatakan hal itu adalah tidak baik.

Menurut hemat penulis Jihad adalah suatu perbuatan yang lebih mencakup kesemuanya, bukan hanya perang seperti yang kebanyakan masyarakat muslim pahami selama ini, seperti kita tahu sejarah perang badar dimana umat muslim waktu itu melaksanakan jihad kecil, dan setelah perang itu kemudian akan menghadapi jihad yang besar yaitu melawan hawa nafsu, dimana waktu itu setelah selesai perang badar masyarakat muslim harus berpuasa ramadan. Tentu saja yang dimaksudkan bukan hanya bulan ramadan itu kita melawan nafsu kita, sebab nafsu kita tak pernah berhenti menyerang kita dengan segala macam argumentasi.

IV. JIHAD BUKAN PERANG

Ajaran Islam mengakui jihad, yang selama ini dipahami oleh Barat sebagai “perang suci” (holy war). Padahal Islam tidak pernah mengakui adanya istilah perang suci (al-harb al-muqaddasah). Dalam Islam hanya diakui dua bentuk perang, yaitu perang yang disyariatkan (al-harb al-masyrû‘ah) dan perang yang tidak disyariatkan (ghayr masyrû‘ah). Sedangkan jihad sendiri mempunyai dua definisi; jihad melawan jiwa (jihâd al-nafs), dan peperangan yang disyariatkan (diperbolehkan) dengan tujuan untuk mempertahankan diri (defensif). Jihad model pertama, disebut jihad akbar sesuai dengan sabda Nabi, selepas perang Badar, “Kita baru kembali (selesai) dari jihad kecil (perang) menuju jihad besar, yaitu, jihad melawan diri sendiri.” Sedangkan jihad yang dalam pengertian peperangan disebut Nabi sebagai jihad kecil (al-jihâd al-ashghar).

Namun pada akhirnya terminologi jihad ini mengalami penyempitan makna menjadi perang saja. Jihad pada diri sendiri disebut dalam tradisi sufi mujahadah (olah jiwa), dalam tradisi intelektual: ijtihad (olah otak), dan dalam perang: jihad (olah fisik). Namun jika kita kembalikan jihad pada makna aslinya maka tiga pemahaman di atas tercakup pada kata jihad saja. Jadi, jihad tidak selalu identik dengan bentuk fisik (materi), namun juga mencakup perjuangan intelektual, emosional dan spiritual.

Sejak Arab jahiliyah, perang juga dikenal sebagai "solusi" konflik. Hal ini kembali pada tradisi dan karakter bangsa Arab yang keras dan nonkompromistik. Kedatangan Islam serta-merta mengubah keadaan secara frontal, namun tentu sudah ada usaha perubahan. Pertama, perubahan istilah dari harb (perang) menjadi jihad. Hikmah dari perubahan istilah ini menurut Ibn Hazm adalah sebagai berikut: harb identik dengan gengsi suku dan kepentingan politik sepihak, sedangkan jihad merupakan bentuk perlawanan terhadap kezaliman dan penegakan agama Allah (Ibn Hazm: 1980). Kedua, tujuan dari perlawanan fisik yang pada awalnya menyerang, membela fanatisme kelompok dan suku, diubah ke arah tujuan luhur seperti membela orang-orang lemah, menghapus kezaliman dan kebatilan (fitnah), dan menegakkan ketaatan (dîn) yang hanya untuk Allah. (QS Al-Nisâ' [4]: 75 dan Al-Baqarah [2]: 193). Tujuan dari ayat-ayat perang ini jelas, yaitu sekedar mempertahankan diri, dan tidak boleh berlebih-lebihan. (QS Al-Baqarah [2]: 193). Islam sendiri tidak menyukai bentuk kekerasan ini, bahkan membencinya (QS Al-Baqarah [2]: 216).

V. JIHAD DAN TERORISME

Kesalahan pemahaman yang terjadi akibat kelemahan berfikir menjadikan sebagian umat muslim secara mentah-mentah menafsirkan jihad dengan arti berperang melawan kemungkaran dengan pedang ataupun senjata yang lain, dan terkadang mendudukkan sesama muslim sebagai target dari jihad mereka.

Adalah hal yang sangat disayangkan ketika terjadi insiden-insiden yang tanpa tahu sebab dan latar belakang sebuah teror, islam ikut disebut-sebut sebagai terorist dan lain sebagainya, padahal dalam islam tidak menghendaki adanya kekacauan. Hal ini telah merusak citra islam dalam kacamata internasional terlebih ketika kita melihat tragedi bom legian di Bali, terlepas dari benar atau salah bahwa sang tersangka amrozi dengan begitu bangganya menjadi orang yang berjihad melawan kemungkaran.

Jihad yang kita butuhkan saat ini adalah sebuah usaha yang mampu mengimbangi mereka yang terus-menerus menjadikan islam sebagai musuh, jika kita masih terjebak pada definisi-definisi klasik tentang jihad, kita tak mungkin akan bisa menghancurkan musuh kita, bisa jadi kita akan berjihad melawan orang-orang yang berjihad, dalam artian berperang dengan orang muslim sendiri.

Pengentasan kemiskinan adalah merupakan jihad yang perlu dikobarkan untuk kesejahteraan masyarakat muslim indonesia, bahkan dunia agar keimanan mereka tidak mudah rapuh diterpa angin yang memporak-porandakan keimanan mereka kepada Allah, bukankah itu tujuan yang mulia.

Berjihad untuk tidak korupsi adalah merupakan jihad orang-orang yang berada dalam jabatan kekuasaan baik pemerintah maupun yang lain. Berjihad untuk berlaku adil seorang pemimpin terhadap rakyatnya .itu semua adalah jihad menurut jabatannya.

Jihadnya mahasiswa adalah belajar yang bersungguh-sungguh, sebab masa depan umat adalah medan perang yang harus dilalui untuk memperbaiki moralitas yang terus dirongrong oleh budaya yang sangat bertentangan dengan budaya yang sesuai dengan al qur'an.

PENUTUP

Kajian masalah jihad memang tak akan pernah selesai dari perbedaan pendefinisian atau pun syarat-syarat yang mengizinkan, namun harapan penulis kita bisa lebih obyektif serta teliti dalam memahami jihad yang selama ini dianggap sebuah perang suci yang berhadiah bidadari yang tersenyum manis lengkap dengan lesung pipinya sambil duduk mesra disurga.

Mungkin saja bisa kita garis bawahi bahwa jihad yang berupa perang itu kini sudah selesai, sebab sekarang sudah tiada lagi khilafah dan islam sudah menyebar dimana-mana, bukankah jihad perang itu asalnya adalah diharamkan sebagaimana sejarah nabi ketika masih di Makkah dan baru diizinkan setelah berada di madinah untuk merebut kota kelahiranya juga karena mereka mengusir keberadaan muslim di Makkah waktu itu.

Kini jihad perang berhukum fardlu kifayah, jadi tak perlu melakukan jihad perang secara global, mungkin saja kini sudah diwakili mujahidin palestina yang berjihad merebut tanah kelahiranya kembali setelah terusir oleh israel, atau jihadnya orang-orang muslim tailand selatan yang termarjinalkan oleh non muslim. Juga jihadnya orang Irak yang dijajah secara resmi oleh penjajah berwajah polisi yang selama ini selalu saja mencari gara-gara untuk memancing masyarakat muslim melakukan sebuah pembalasan dan akhirnya nanti akan dituduh secara resmi sebagai terorist.

Itulah mungkin jihad yang multi tafsir yang selama ini menjadi sebuah tanda tanya besar, seperti apakah jihad yang seharusnya?

Wa llahu a'lam

===========================>>>>>

[1] . Makalah ini disampaikan dalam diskusi dwi mingguan FISMABA Mesir, pada tanngal 7 Agustus 2005, bertempat di Aula wisma FISMABA Mesir, di Madrasah 10th district, Nasr City, Cairo.
[2] . Pemakalah adalah Mahasiswa S1 Fak. Ushuluddin Al Azhar University, Cairo
[3] . Lihat : Karen Armstrong, sejarah tuhan 193-200
[4] . Ibnu Hisyam, Al Sîroh Al Nabawiyah, Dar ihya el turots el arabi, Beirut, h.80
[5] . Lihat Al Qur'an, surat Al Hajj 39-41
[6] .Sayid Sabiq, fiqh sunah
[7] . Terlalu banyak makna dari kata aslinya al arodl, lihat kamus al asri h.1283
[8] . sayid sabiq, fiqh sunah
[9] . Salah satu syeikh al azhar sebelum syeikh al azhar yang sekarang


4 komentar:

  1. saya tertarik kalau bicara masalah konsep negara, islam dan jihad. Sekarang ini banyak orang islam yang lebih mementingkan negara (nasionalisme)daripada ukhuwah islamiyah (sesama muslim bagaikan satu tubuh)sehingga walaupun negeri muslim dijajah oleh negeri2 kafir (israel dan sekutu), muslim di negara tetangga diem saja karna bukan negara mereka. sebenarnya ini pemikiran yang lurus apa bengkok sih?

    padahal nasionalisme adalah senjata orang2 kafir untuk melemahkan islam, ini sudah terbukti bro! termasuk ide sekularisme dan demokrasi untuk menjauhkan muslim dengan agamanya. "apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?"

    "eropa maju karna sekulernya, setelah meninggalkan kungkungan gereja. Tapi negeri muslim mundur karna meninggalkan agamanya"


    "Kini jihad perang berhukum fardlu kifayah, jadi tak perlu melakukan jihad perang secara global"

    Kenapa bro? padahal mereka berperang secara global, mereka punya NATO!

    Nabi berkata: Bahkan, pada saat itu kalian banyak jumlahnya, tetapi kalian bagai ghutsa’ (buih kotor yang terbawa air saat banjir). Pasti Allah akan cabut rasa segan yang ada didalam dada-dada musuh kalian, kemudian Allah campakkan kepada kalian rasa wahn. “
    Kata para sahabat: “Wahai Rasulullah, apa Wahn itu?
    Beliau bersabda: “Cinta dunia dan takut mati. “
    (HR Abu Daud no. 4297, Ahmad 5/278, Abu Nu’aim dalam At Hilyah l /182 dengan dua jalan dan dengan keduanya hadits ini menjadi shohih)Hadits ini yang menceritakan menunjukkan keadaan ummat Islam di akhir zaman.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. قال الله تعالى:

    وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيْمٌ

    Allah Ta’ala berfirman:

    “Dan apa saja kebaikan yang kamu perbuat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya”. (Q.S; Al Baqarah: 215)

    وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللهُ

    “Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya”. (Q.S; Al Baqarah: 197)

    فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ

    “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya”. (Q.S; Az Zalzalah: 7)

    مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ

    “Barang siapa yang mengerjakan amal yang shalih, maka itu adalah untuk dirinya sendiri”. (Q.S; Al Jaatsiyah: 15)

    عَنْ أَبِى ذَرٍّ جُنْدَبِ بْنِ جُنَادَةً رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: ((الإِيْمَانُ بِاللهِ، وَالْجِهَادُ فِى سَبِيْلِهِ)) قُلْتُ: أَيُّ الرِّقَابِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: ((أَنْفَسُهَا عِنْدَ أَهْلِهَا، وَأَكْثَرُهَا ثَمَنًا)). قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ أَفْعَلْ؟ قَالَ: ((تُعِيْنُ صَانِعًا أَوْ تَصْنَعُ لِأَخْرَقَ)) قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَيْتَ إِنْ ضَعُفْتُ عَنْ بَعْضِ الْعَمَلِ؟ قَالَ: ((تَكُفُّ شَرَّكَ عَنِ النَّاسِ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ مِنْكَ عَلَى نَفْسِكَ)) متفق عليه

    Diriwayatkan dari Abu Dzar, Jundub bin Junadah R.A ia berkata, “Aku pernah bertanya, wahai Rasulullah amalan apakah yang paling utama?, beliau menjawab: “Beriman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya”. Aku bertanya lagi, “Budak yang bagaimanakah yang paling utama (untuk dimerdekakan)?”, beliau menjawab: “Budak yang paling dicintai oleh tuannya dan yang paling mahal harganya”. Aku bertanya lagi, “Bagaimana sekiranya aku tidak mampu melakukan yang demikian itu?”, beliau menjawab: “Kamu membantu orang lain untuk berbuat baik, atau kamu menyibukkan dirimu agar tidak sia-sia hidupmu”. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku tidak mampu mengerjakan sebagian amalan itu?, beliau menjawab: “Jangan kamu melakukan kejahatan terhadap sesama manusia, karena sesungguhnya hal yang demikian itu termasuk sedekah untuk dirimu”. (Muttafaq ‘alaih H.R; Bukhari dan Muslim)

    BalasHapus
  4. Islam tidak mengenal Nasionalisme. Nasionalisme adalah berhala ciptaan musuh-musuh Allah agar umat muslim tidak pernah bersatu. Agar umat Islam lebih mendahulukan bangsa dan negara ketimbang tauhid dan akidah sebagai bukti bahwa tiap muslim adalah bersaudara.

    “Barang siapa berperang di bawah bendera kebutaan, ia marah karena ashobiyah atau menyeru kepada ashobiyah atau menolong berdasarkan ashobiyah, maka matinya mati jahiliyah.” (HR Muslim).

    BalasHapus

Katakan pendapatmu kawan

10 Artikel Populer