07 November 2007

Bermadzhab Itu Perlu 2

Bermadzhab Itu Perlu 2
Oleh : Mochammad Moealliem

Pendekatan-pendekatan kepada Sang Cinta dalam cara-cara serta gaya pendekatan kita kepada kekasih yang bersifat dlohir mudahnya bisa kita sebut sebagai fiqh. Teori mendekat dengan dengan seseorang itu kan sangat banyak modelnya mulai model yang sangat trend di tahun 70 an misalnya, dengan tahun 2000 tentu mengalami perubahan, akibat budaya yang berubah begitu pula fiqh saya rasa.

Dalam Kaidah fiqh kita mengenal bahwa hukum itu berkembang menurut illat nya (sebabnya) nah kalau sekarang masa sudah berubah begitu maju dan apa-apa yang telah menjadi aturan yang begitu lama sudah tidak mencukupi lagi untuk menyelesaikan permasalahan yang terus berkembang, tentunya dibutuhkan yang namanya perubahan.

Satu misal masalah zakat, tentunya para fuqoha yang dalam merumuskan hukum zakat waktu itu hanya terbatas pada petani padi, gandum, peternak unta, sapi, kambing, ataukah hanya hal itu saja yang harus dikeluarkan zakatnya? sekarang ketika kita mendapati peternak udang windu, peternak ikan, dan lain sebagainya yang mana jika dihitung mungkin akan bernilai lebih besar dari yang tertera dalam list zakat. Bukankah adanya zakat bertujuan untuk pengentasan kemiskinan masysarakat muslim, ataukah hanya sebuah kewajiban tertentu bagi pengusaha tertentu.

Kita tentunya bisa membayangkan bahwa hewan-hewan yang harus dizakati hanyalah hewan-hewan yang hidup di tanah arab saat itu dan halal dimakan, dan nggak bakalan mungkin anda menemukan hadist tentang zakatnya pengusaha tambak ikan dan udang. Lalu bagaimanakah islam mengatur pengentasan kemiskinan, yang misalkan saja masyarakat setempatnya petani tambak dan nggak berternak hewan-hewan yang tertulis dalam daftar wajib zakat seperti diatas?.

Rasyid Rida dalam bukunya pernah menulis bahwa fiqh adalah merupakan ijtihad ulama-ulama dahulu, dimana ijtihad itu tak bisa terlepas dari pengaruh lingkungan setempat, dan belum tentu sesuai bila dipakai di lingkungan yang berbeda. Mungkin kita perlu menelaah kembali tentang qoul qodim dan qoul jadidnya imam Syafi'i, tentunya kita bisa melihat bahwa perkembangan zaman menuntut para ulama untuk mengambil ijtihad yang baru yang mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada masanya.

Menurut hemat penulis para ulama pada zaman ini perlu kiranya mampu menggali hukum dari dua sumber hukum utama yaitu Al Qur'an dan hadist untuk memenuhi pergeseran budaya dari masa ke masa agar kita yang menjadi masarakat awam tidak terjebak pada kejumudan berfikir, dan seolah memaksakan perbuatan menurut kaidah lama, padahal hal demikian hanyalah seperti perbuatan orang munafik, dan bahkan hingga menjadi radikal seperti yang pernah saya lihat dalam memerangi kemungkaran dengan membawa pedang dan berpakaian dengan model pakaian orang arab kuno, akibat memakan mentah-mentah teks Al Quran dan hadist.

Pedang pada saat ini adalah senjata paling lemah dalam berperang, sebab senjata itu adalah senjata yang mampu mengimbangi musuh pada zaman nabi, dan kalau kita berfikir sebenarnya kita tidak lagi memakai pedang akan tetapi memakai rudal yang bisa mengimbangi musuh islam, perang saat ini adalah perang dengan kemampuan berfikir, nah kalau pikiran kita jumud tentunya tak akan mampu mengimbangi musuh apalagi untuk mengalahkannya.

alliem,

15 juni 2005
Rekonstruksi yes, dekonstruksi no

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Katakan pendapatmu kawan

10 Artikel Populer