07 November 2007

Perang Bukan Membunuh

Perang Bukan Membunuh
Oleh : Mochammad Moealliem

Ketika saya melihat fenomena perang yang terjadi antara Israel dan Hisbullah, terbesit tanda tanya yang agak buram dalam otak saya, dalam media yang saya lihat ada istilah al harb as sâdisah, perang ke enam, bukan perang sadis, namun yang terjadi seolah bukan perang yang keenam antara Lebanon dengan Israel, akan tetapi mengarah pada perang antar dua pemeluk agama yang sama-sama punya keyakinan melakukan tugas dari langit.

Tentunya masyarakat kedua-pemeluk agama ini akan mendapat informasi yang telah dibulatkan menjadi satu kesimpulan, bagi yang Muslim akan mendapat informasi sedemikian sehingga menghakimi kalau Yahudi itu semuanya keji dan beberapa provokasi untuk menjadikan dunia berperang secara global antar dua peradaban yang berbeda, dan memendam segala sesuatu yang menjadikan dunia damai dan sejahtera, ayat-ayat Tuhan pun hanya diambil yang mendukung tentang perang dan melupakan ayat-ayat perdamaian, fatwa-fatwa perang pun berhamburan dari hati yang sok suci tokoh-tokoh yang punya pemikiran bahwa cara penyelesaian masalah adalah dengan peperangan dan kekerasan, yang mana hal ini dulu menjadi tabiat bangsa arab pra Islam.

Kaum Yahudi pun tak jauh berbeda, mereka pun akan memandang Islam dan menghakimi bahwa seluruh umat Muslim adalah seperti Hizbullah semua, mereka pun merasa bahwa perang terhadap kaum muslim adalah mengemban amanat langit yang harus dilaksanakan sekuat tenaga, terlebih mereka merasa bahwa agama mereka adalah agama samawi yang lebih tua dari Kristen dan Islam, mereka tak pernah mau menerima kritik kontrukstif syariat mereka dengan syariat yang di bawa Isa dan disempurnakan Muhammad, yang mana sebenarnya sudah mereka ketahui akan kehadiranya, mereka berusaha membasmi nabi akhir itu sejak lahirnya, namun sayang nabi Akhir itu lahir di makkah yang waktu itu sangat terpencil dan dipisah dengan padang sahara yang begitu luas sehingga mereka tak bisa mendeteksi hadirnya nabi Akhir ini.

Dalam Al qur’an Allah berfirman : “Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri ".”QS: Ali Imron:64

Yahudi, Kristen dan Islam pada dasarnya terdapat satu titik temu yaitu untuk menyembah Allah semata, dan tidak mempersekutukan-NYA, akan tetapi hal itu telah berubah menjadi titik pisah antar ketiganya akibat penyelewengan yang terjadi dalam masing-masing pemeluk dari tiga agama samawi tersebut, ini terjadi sebab ketidakmampuan manusia memahami kehendak Sang Esa, setiap dari pemeluk agama melahirkan pemeluk yang radikal seperti, zionis Yahudi, radikal Kristen, dan radikal Islam, nah ketika dua diantaranya atau bahkan ketiganya bertemu maka akan terjadi pertentangan dan bahkan peperangan yang sama-sama menjeneralisasi agama masing-masing.

Disisi lain ketiga agama itupun melahirkan pemeluk-pemeluk yang Liberal, atau pemeluk yang ingin merubah tatanan agama mereka sesuai dengan kemampuan kerja otak mereka yang masih belum pasti benar, membuat legitimasi hukum dengan dasar akal, serta sedikit mereka-reka ayat tuhan demi kepentingan tertentu, bahkan meninggalkan ritual agama mereka dan membiarkan agama mereka tinggal nama tanpa wujud yang nyata. Radikal kanan adalah radikal yang terlalu memaksakan kehendaknya dengan penyutiran ayat-ayat serta teks suci masing-masing mereka, radikal kiri adalah mereka yang terlalu membuang teks suci mereka dan mengganti dengan akal mereka. Dua kubu radikal ini pun jika ditemukan akan mengalami pertentangan dan sama-sama ngotot untuk menyatakan dirinya adalah kebenaran yang benar menurut Tuhan, disini terlihat keduanya menganggap tuhan tak berdaya dan perlu bagi mereka untuk memilih sebuah kebenaran untuk Tuhan mereka.

Dalam sebuah hadist qudsy, bisa anda ceck di tahrij ahâdith al kasyâf fi suratt an Nur, al hâfid ibnu hajar, ketika Allah berkata pada orang yang memukul seorang pezina melebihi batas normalnya, yaitu 100 kali pukulan bagi masing-masing perjaka dan perawan, serta rajam bagi yang bersuami atau beristri..

Allah berfirman : abdy, lima dlorobtahu fauqo al had? Fayaqul: godloban laka, fayaqul akana godlobaka asaddu min godlobi? Hambaku, kenapa kau memukulnya melebihi batas?orang itu berkata : marah demi engkau, lalu Allah berfirman : apakah marahmu melebihi marahku?

Sudah sejak kecil kita tahu kalau Allah itu Rahman dan Rahim, maka dari itu tak perlu kiranya kita menghukum lebih melebihi batas yang ditetapkan Allah, terlebih memberikan cap kafir pada orang yang berbeda dengan kita, sebab orang kafir adalah orang yang tidak percaya pada Allah, dan selagi mereka percaya bahwa Allah adalah tuhan yang esa maka mereka termasuk mukmin, atau alladzina amanu…, meskipun toh orang-orang yang beriman itu melakukan maksiat mereka bukan kafir, akan tetapi mukmin ‘asy, orang mukmin yang maksiat, dan pintu taubat masih terbuka selama hayat masih dikandung badan mereka.

Lanjutan hadith qudsy itu untuk orang-orang yang mengurangi batasan hukum, Allah berfirman: Abdy lima qosorta? Fayaqul: rahimtuhu ,fayaqul akanat rohmataka asaddu min rohmati? Tsuma yu’mar bihima jamian ila an Nar. Hambaku kenapa engkau kurangi, orang itu berkata :aku menyayanginya, lalu Allah berfirman: apa sayangmu bisa melebihi sayangku?lalu diperintahkan untuk memasukkan dua orang itu dineraka semuanya.

Jadi kalau perang tidak boleh membunuh anak kecil, orang tua, serta wanita, kecuali wanita itu menjadi tentara atau ratu dari musuh kita, perang bukan membunuh yang jadi tujuannya, akan tetapi bertujuan mengalahkan, lebih lanjut lihat sejarah nabi dalam berperang, nabi hampir tak pernah membunuh orang, tapi mengalahkanya, hanya beberapa orang saja karena dia melakukan hal yang tak bisa ditolerir, Islam mengajari kita menjadi satria bukan menjadi pembunuh, nah kalau konsep perang dalam islam adalah defensive bukan opensif, kalau kita diserang maka kita wajib mengimbanginya.

Nah sudah jelas khan? Kalau marah jangan melebihi marahnya Allah, dan kalau sayang jangan merasa bisa menyayangi melebihi Allah, jadi tempatkanlah segala sesuatu pada porsinya, dan tak perlu terlalu sibuk mengoreksi orang lain, dan melupakan mengoreksi diri, ud’u ila sabili robbika bil hikmah wan mauidlotil hasanah wajadilhum billati hia ahsan, ajaklah kejalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang baik”QS:An Nahl:125

Alliem,
Kamis, 10 Agustus 2006
Tuhan lebih sayang dari aku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Katakan pendapatmu kawan

10 Artikel Populer