09 November 2007

Mampukah Fismaba Menelorkan Penulis Handal?

Mampukah Fismaba Menelorkan Penulis Handal?
Oleh : Mochammad Moealliem

Sebuah pertanyaan yang masih belum mendapat jawaban pasti dari warga Fismaba. Tidak dipungkiri bahwa dari sekitar 120-an warga Fismaba yang ada, tentunya terdapat beberapa insan penulis yang sudah terbilang handal, meskipun masih dalam taraf lokal, bahkan mungkin juga ada yang sudah bertaraf internasional. Bukan hal yang tidak mungkin jika nanti akan lahir penulis-penulis handal yang bisa sesuai dengan jumlahnya yang begitu banyaknya, namun lagi-lagi akan timbul pertanyaan kapankah hal itu terwujud?

Budaya menulis dalam diri warga Fismaba terhitung langka, mungkin hal itu akibat budaya menunggu yang masih lekat dengan logika mereka. Kebanyakan warga Fismaba memiliki budaya menunggu diminta untuk menulis di TERAS atau dalam diskusi saja, dan terkadang masih memiliki sifat menyerah sebelum bertanding. Ketika budaya menunggu masih menyelimuti pikiran warga Fismaba, tentu untuk membangkitkan daya tulis warga Fismaba sangat berat, terlebih di musim dingin seperti ini.

Hal demikian bisa dilihat pada kelangsungan hidup buletin TERAS yang terseok-seok. Adalah hal yang ironis jika tiap tahun TERAS hanya mampu mengorbit dua hingga empat kali per tahun, hanya disebabkan tidak adanya tulisan yang masuk. Wadah karya tulis warga Fismaba itu terkadang terpaksa molor dari jadwal edar yang seharusnya, hanya disebabkan karena salah satu dari penulis rubrik "merasa" tak bisa menulis dan tak menemukan penulis pengganti, karena warga yang lain pun sama dengan dia, yang juga "merasa" tidak bisa menulis. Pada akhirnya pihak buletin mengurungkan niatnya untuk terbit karena hal demikian itu.

Seyogyanya warga Fismaba mengembangkan budaya menulisnya tanpa menunggu permintaan atau bahkan "paksaan" dari orang lain, fasilitas untuk menulis juga sangat mudah ditemu dimana-mana, apalagi zaman kita saat ini adalah zaman technologi, menulis tidak harus dikertas dengan balpoint atau pensil yang akan menghabiskan tenaga dan waktu, kini kita bisa menulis dikomputer yang mudah, praktis dan rapi. Namun mungkin dalam benak warga Fismaba terdapat rasa "takut salah" akan tulisan mereka, sehingga mereka memegang teguh konsep, as sukutu salamatun, diam adalah selamat, dan diam ditempat adalah kemunduran.

Penulis jadi teringat analogi yang dipakai Imam Al Ghozali, bahwa orang naik kuda berjalan pelan-pelan dan sampai tujuan dengan selamat adalah baik, namun orang yang naik kuda dengan kencang dan sampai tujuan dengan cepat dan selamat adalah lebih baik. Dan yang paling buruk adalah naik kuda pelan-pelan namun tidak selamat sampai tujuan. Dalam dunia penulisan mungkin akan berarti bahwa tidak menulis tapi selamat sampai tujuan adalah baik, akan tetapi sering menulis dan sampai tujuan dengan cepat dan selamat adalah lebih baik, dan yang terburuk adalah tak pernah menulis dan tidak selamat sampai tujuan.

Mungkin kita semua pernah merasakan kesulitan dalam menulis, namun kalau hal itu tidak kita tembus, maka kesulitan itu akan tetap menutup keilmuan kita. Bagaimana mungkin kita akan bisa menembus dinding itu, kalau bukan dengan sedikit demi sedikit yang terus menerus. Bagaimana juga kita mengukur kualitas tulisan kita, menurut penulis Fismaba sudah memiliki alat untuk menimbang hal itu, baik di maillist fismaba atau di website nya, ketika tulisan kita mendapat aplaus dari orang lain tentu bisa dikatakan tulisan itu punya nilai lebih.

Sisi lain yang perlu ditanamkan dalam diri warga Fismaba agar mampu menjadi penulis handal adalah sifat cuek, maksud cuek disini adalah percaya diri atas ide-ide yang akan dihurufkan menjadi sebuah tulisan, sebab kebanyakan mereka tidak punya kepercayaan diri yang cukup untuk menulis apa yang ada dalam pikirannya. Hal demikian akan bisa diatasi dengan menambah bacaan dan wawasan agar bisa memunculkan ide dan memberikan argumen jika ada yang memprotes tulisan yang ada.

Cara memulai menulis yang paling mudah adalah menulis cerita, diakui atau tidak semua orang suka bercerita, atau biasanya menulis dalam buku harian, apa yang kita lihat saat ini bisa menjadi tulisan, atau menulis kegiatan yang ada di Fismaba, dan hal itu akan menjadi indah ketika ita mampu menggabungkan dengan pengetahuan yang kita miliki, dan tentunya setiap orang punya gaya bicara yang khas, disitulah nanti lama-kelamaan kita akan merasakan nikmatnya membaca dan menulis.

Nabi muhammad ketika menerima wahyu pertama dia tidak bisa membaca, namun jibril selalu menyuruhnya untuk mencobanya hingga tiga kali, toh akhirnya Allah memberikan kemudahan dan penjelasan atas wahyu-wahyu itu. Bisa diambil kesimpulan bahwa ketika kita punya keinginan maka ada jalan, jangan pernah putus asa apalagi menyerah sebelum bertanding, hurufkan ide-ide yang terpendam dalam bawah sadar pikiranmu, maka akan engkau dapati pengetahuan-pengetahuan yang lain.

Jawaban dari fenomena penulisan yang stagnan dalam dunia Fismaba, terletak pada warga Fismaba sendiri. Adakah mereka masih mempertahankan sifat "merasa tidak bisa" atau akan menjadi manusia yang selalu berusaha untuk bisa tanpa sifat "merasa tidak bisa". Manusia wajib berusaha atas segala yang dihadapinya, dan Allah-lah memberi keputusan bisa dan tidaknya. Wallahu a'lam

Sabtu, 25 November 2006


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Katakan pendapatmu kawan

10 Artikel Populer