07 November 2007

Pelestarian Turost dan Perekrutan Modern


Pelestarian Turost dan Perekrutan Modern Yang Sesuai
Oleh : Mochammad Moealliem

Mungkin sering kita dengar orang mengatakan "al muhafadoh ala al qodim al sholeh wa al akhdu bi al jadid al aslah" namun kita hanya mendengar hal itu sebagai simbol belaka tanpa adanya realisasi, orang-orang, organisasi, dan lembaga lembaga yang bermacam macam, bentuknya sering kita jumpai melakukan hal semacam itu sebagai upaya memperindah serta menutup celah-celah kekurangan yang ada, dari situ lah mungkin akan berakibat hancurnya sebuah lembaga maupun instansi tersebut.

Pelestarian tradisi kuno yang masih layak untuk digunakan pada zaman saat ini memang di perlukan sekali sebagai pijakan untuk berfikir menuju zaman yang berbeda bentuk persoalan dan solusinya, begitu juga pelestarian orang-orang tua dalam sebuah lembaga terutama di kalangan "kerajaan" sangatlah di perlukan mengingat jerih payah yang telah dicurahkan meski sekarang dianggap tidak memenuhi standar SDM dalam jajaran saat ini, adalah kebodohan bila kita merasa orang tua itu SDM nya lemah dan tidak relevan lagi untuk tampil dalam kancah para intelek yang belum tentu intelektual, meskipun orang tua bisa dikatakan bodoh namun orang tua sudah banyak makan garam tentang perjalanan hidup ini, lihatlah berapa lama usia suatu lembaga tatkala para sesepuhnya mulai disingkirkan satu persatu dengan alasan tidak bergelar sarjana misalkan, atau karena tidak sependapat dengan pimpinan dan lain lain

Jika kita lihat indonesia saat ini tampaknya itu memang terjadi dikalangan remaja juga pemuda, yang mana para pemuda saat ini cenderung berorientasi pada budaya barat daripada budaya nenek moyang kita yang begitu sopan dan sesuai, dan anehnya orang yang masih bersikukuh pada budaya leluhur dianggap orang yang ketinggalan zaman, dan di cap nggak gaul, sementara bagi mereka yang secara budaya dan agama menyimpang dengan bangga dan merasa menjadi orang yang gaul dengan kebudayaan yang dia tiru dari virus yang disebarkan dengan sengaja oleh para penjajah kebudayaan. Mungkin itulah gambaran tirani masa kini yang mana kita bangga menjadi bangsa yang terjajah dalam berbagai aspek.

Sedikit melirik ke Tambakberas saya hanya melihat dari jauh saat ini perkembangan pondok besar itu, dan saya dengar mulai ada perubahan disana sini mulai dari bangunan sarana dan prasarana katanya semakin banyak dan lengkap dan mungkin nanti setelah saya dapat kembali kesana tambak beras sudah menjadi pondok yang modern dengan dengan santri santri yang selalu membaca sendiri tanpa bergantung pada sang guru, rapi, sopan , tasamuh dan lain lain, yang mungkin saat ini belum sepenuhnya terlaksana, mugkin Tambakberas diakui dimana mana namun setelah mereka keluar dari Tambakberas ada perasaan minder dan takut untuk tampil didepan yang lain, sebab kekurangan bahan bacaan dan bangga dengan kebesaran Tambakberas namun lemah dalam keilmuan.

Kuantitas pondok kita semakin lama semakin bagus namun kenapa kwalitasnya masih tetap bahkan menurun dan itu akan menjadikan para pengamat alias para orang tua yang mengamati pondok untuk masa depan anaknya, berfikir ulang dan pada akhirnya ragu terhadap kwalitas yang ada.

Perekrutan budaya baru memang bukanlah kesalahan asalkan hal itu sesuai dengan kaidah resmi masyarakat Indonesia, dalam artian kita menyaring dan mengambil buah dari budaya tersebut bukannya kita ambil secara apa adanya, bukankah lebih baik mengimpor buah kurma dari pada harus mennanam pohon kurma yang belum tentu berbuah, budaya barat tidak seluruhnya jelek, namun semua itu perlu diolah lagi, budaya timur pun tidak semuanya baik, maka dari itu perlu pemilihan dan pemilahan secara teliti.

Sedikit mengajukan solusi mungkin kalau memang demikian, menurut saya para santri saat ini perlu dikenalkan dengan bacaan-bacaan yang berisi tentang pemikiran pemikiran yang berkembang sehingga seorang santri tidak dianggap lagi orang orang yang klombrot alias tidak mau berkembang dan pada akhirnya menjadi santri yang jumudul fikry namun diperlukan juga pemantauan secara intensif agar santri tidak terlalu kelewat batas sehingga akan menjadi santri yang tatoruf.

Tapi sebenarnya meskipun toh sarana itu telah mencukupi jika kesadaran yang dimiliki santri saat ini kurang, pada akhirnya pun akan seperti kami yang saat ini merasa tertinggal jauh dengan alumni dari pondok lain, dan hanya menjadi pendengar setia di setiap diskusi, seminar, bahsul masail bahkan dalam milis yang nyata nyata alumni Tambakberas sendiri, mereka masih saja ada rasa minder, malu, nggak pede, padahal sebenarnya meskipun orang yang banyak omongpun ya hanya bermodal berani dulu, salah kan bisa di betulkan, daripada salah di timbun.

Maka dari itu lah saya berharap siapapun anda dan dari mana saja, bicaralah, kenapa takut, salah yaa dibenarkan gitu aja kok repot.

Selamat menjalankan ibadah puasa semoga menjadikan kita ingat bahwa kita perlu berfikir bukan hanya bagai ombak laut yang mondar mandir. Mohon maaf bagi segenap pembaca jika kurang berkenan, dan bila ada yang terasa bengkok bolehlah diluruskan dengan tulisan bukan dengan kekerasan.


Terima kasih
jangan berharap dapat ilmu laduni, biarlah datang sendiri,masa pengharapan membuat hidupmu seperti mati,

Laisa al fata man yaqulu hadza aby, lakin al fata man yajtahidu fi aldurusy

Alliem,

Ahad, 26 oktober 2003
awal ramadan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Katakan pendapatmu kawan

10 Artikel Populer